Dua pimpinan pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), berinisial HSN dan LMI yang diduga memerkosa puluhan santriwati telah ditetapkan sebagai tersangka. Meski begitu, HSN menyebut dirinya difitnah.
"Itu fitnah. Saya sedang sakit, selesai operasi, dibeginikan," kata HSN saat diamankan ke ruang Subdit IV Imitasi PPA Ditreskrimum Polda NTB, Selasa (23/5/2023).
HSN membantah terlibat dalam aksi pencabulan terhadap puluhan santriwatinya. "Fitnah semuanya. Bohong!" teriaknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Teddy Ristiawan menjelaskan penetapan tersangka terhadap kedua pimpinan ponpes itu sudah berdasarkan alat bukti yang kuat dan keterangan sejumlah saksi. Menurutnya, kasus tersebut kini menjadi atensi Polda NTB.
"Memang kasus ini menjadi atensi Kapolda NTB. Jadi, semua rangkaian penyidikan berjalan dengan baik oleh Satreskrim Polres Lombok Timur," kata Teddy.
Selain membekuk kedua tersangka, polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti terkait kasus tersebut. Adapun barang bukti yang diamankan dari LMI berupa kaos lengan panjang warna hitam, jilbab warna putih, dan satu buah bra milik korban. Sedangkan barang bukti dari HSN berupa mukena warna putih, baju lengan panjang warna hijau, tank top hitam, celana dalam, dan bra warna hitam milik korban.
Beragam Modus Pencabulan Santriwati
Diberitakan sebelumnya, HSN dan LMI diduga melakukan beragam cara guna melancarkan aksi bejat memerkosa puluhan santriwati. Salah satunya modus yang dilakukan oleh HSN adalah membuka kelas pengajian seks.
Hal ini diungkapkan oleh Badaruddin, Ketua Lembaga Studi Bantuan Hukum NTB sekaligus kuasa hukum puluhan santriwati korban pencabulan. Menurutnya, HSN memberikan pengajian seks khusus bagi santriwati yang tinggal di pondok. Kemudian, santriwati yang diincar jadi korban dikelompokkan ikut dalam materi pengajian tentang hubungan intim suami-istri.
"Dikelompokkan di situ. Jadi, satu rombongan ngaji di satu ruangan. Karena tidak semua diberikan pengajian soal hubungan suami istri kan. Nah, korban ini mengaku pernah ikut pengajian tersebut," kata Badaruddin, Senin (22/5/2023).
Sementara itu, Direktur Biro Konsultan Bantuan Hukum (BKHB) Fakultas Hukum Unram Joko Jumadi selaku kuasa hukum korban pencabulan LMI menjelaskan LMI menerapkan modus yang sama. Menurutnya, LMI menjanjikan para santriwatinya masuk surga.
Menurut Joko, rata-rata korban disetubuhi di ruangan lab di lingkungan ponpes. Sebelum melakukan aksinya, korban dipanggil oleh empat asisten pelaku yang merupakan pengurus ponpes.
"Rata-rata pengakuan dua korban pelaku LMI menjanjikan masuk surga. Jadi kalau tidak mau berhubungan badan, pelaku ancam keluarga korban dapat celaka," kata Joko.
(iws/gsp)