Nadier, mahasiswa korban perang tentara Sudan dan Paramiliter Rappid Support Forces (RSF) diminta segera pulang oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB. Mahasiswa asal Desa Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, ini masih berada di Kota Khartoum, ibu kota Sudan.
"Kami minta pulang. Kami akan coba yakinkan agar korban (Nadier) mau pulang ke Lombok karena situasi tidak memungkinkan di Sudan," kata Sekretaris Daerah NTB Lalu Gita Ariadi, Selasa (2/5/2033).
Dari 42 WNI asal NTB yang menjadi korban perang Sudan, sembilan di antaranya merupakan pekerja migran Indonesia (PMI), sedangkan 33 sisanya berstatus mahasiswa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami takut terjadi hal-hal di luar dugaan. Dalam kondisi seperti ini, negara hanya bisa lebih cepat berikan bantuan," kata Gita.
Gita meyakinkan alasan Nadier enggan dievakuasi oleh tim KBRI di Sudan, adalah karena merasa aman. Dalam posisi tersebut pemerintah tidak berani memaksa korban untuk kembali ke tanah air.
"Mungkin dia yakin aman di sana. Tapi pada prinsipnya kami ajak pulang. Bahkan, kami seoptimal mungkin akan berkomunikasi dengan pemerintah pusat di sana, di Sudan," kata Gita.
Pada prinsipnya, posisi pemerintah daerah hanya memastikan kondisi warga NTB selamat ketika tiba di Jakarta.
"Mudahan dia (Nadier) berada di dalam situasi yang aman. Yang jelas pemerintah pusat saat ini berupaya optimal akan mengajak pulang warga yang ada di sana," katanya.
Dalam proses evakuasi, KBRI bekerja by sistem. "Ya kami di Pemda NTB hanya ikuti arahan dari Kementerian Luar Negeri. Situasi ini kami tetap percayakan pemerintah hadir di situ," kata Gita.
(efr/iws)