Penerapan tarif baru di Taman Nasional (TN) Komodo yang ditetapkan PT Flobamor, BUMD milik Pemerintah Provinsi NTT, Sabtu (15/4/2023), memancing keributan.
Di hari pertama penerapan tarif baru tersebut, belasan pelaku pariwisata menolak penerapan tarif baru dan mendesak untuk bertemu pimpinan PT Flobamor. Keributan itu terjadi saat pelaku pariwisata itu mengantar wisatawan ke Pulau Padar.
Keributan tersebut terekam dalam video berdurasi 41 detik. Perwakilan PT Flobamor yang dikerubungi pelaku pariwisata itu mengatakan akan menyampaikan kepada pimpinan PT Flobamor. Nantinya, PT Flobamor akan memanggil pelaku pariwisata tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu tanggung jawab teman-teman semua, nanti saya sampaikan ke pimpinan. Nanti pimpinan kami yang panggil kalian. Siap atau tidak ini," kata perwakilan PT Flobamor.
Seorang pelaku pariwisata menyahut dengan mengatakan bahwa mereka mau bertanggungjawab tapi dengan tarif lama yang berlaku di TN Komodo. "Kami mau bertanggung jawab dengan tiket harga yang lama," tegasnya.
Perwakilan PT Flobamor kembali mengatakan akan menyampaikan kepada pimpinannya. Sejumlah pelaku pariwata kemudian menanyakan alamat Kantor PT Flobamor.
Mereka juga meminta PT Flobamor membuat surat resmi untuk mengundang semua pelaku pariwisata.
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies/ASITA) Manggarai Raya, Evodius Gonsomer membenarkan keributan tersebut. Cekcok tersebut melibatkan perwakilan PT Flobamor dengan guide dari travel agent yang bernaung di bawah ASITA.
Evo menjelaskan wisatawan yang dibawa para guide menolak untuk membayar tarif baru untuk masuk ke TN Komodo. Tarif baru tersebut ditetapkan PT Flobamor.
Sementara, paket wisata yang dijual travel agent belum menggunakan tarif baru yang ditetapkan PT Flobamor belum lama ini. "Ya itulah, terjadi keributan karena tamu itu nggak mau bayar, siapa yang mau talangi," kata Evo, Minggu (16/4/2023) malam.
Diketahui, PT Flobamor mematok tarif baru jasa wisata di TN Komodo yang berlaku pada 15 April. Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan Direksi (PT) Perseroan Terbatas Flobamor Nomor: 01/SK-FLB/III/2023 tentang Jasa Pelayanan Wisata Alam di TN Komodo pada 24 Maret 2023.
Dalam salinan surat yang diperoleh detikBali, Rabu (5/4/2023), untuk jasa informasi, pemanduan, perjalanan, Flobamor mematok tarif Rp 250 ribu untuk short track, Rp 275 ribu untuk medium track, dan Rp 300 ribu untuk long track. Harga ini berlaku untuk WNI.
Sementara itu, untuk kegiatan adventure Lohliang bervariasi mulai dari Rp 350 ribu hingga Rp 500 ribu, sedangkan pemanduan malam dibanderol Rp 350 ribu.
Untuk ke Padar Selatan, Flobamor menetapkan tarif Rp 250 ribu untuk treking, Rp 375 ribu untuk bird watching, Rp 400 ribu untuk sport fishing, Rp 375 ribu untuk syuting film, dan Rp 275 ribu untuk fotografi.
Tarif tersebut berbeda dengan WNA yang tentunya dipatok lebih mahal. Yaitu, Rp 400 ribu untuk short track, Rp 425 ribu untuk medium track, dan Rp 450 ribu untuk long track.
Kemudian, kegiatan adventure Lohliang dimulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 1,2 juta. Bagi WNA yang ingin bermalam, maka dikenakan Rp 1 juta per orang.
Selanjutnya, treking ke Padar Selatan dipungut Rp 400 ribu. Lalu Rp 750 ribu untuk bird watching, Rp 800 ribu untuk sport fishing, Rp 750 ribu untuk syuting film, dan Rp 550 ribu untuk kegiatan fotografi.
Selama ini, Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) memungut tarif jauh lebih murah karena diatur langsung melalui Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan.
Dalam aturan itu, berkemah hanya dipatok Rp 5.000. Begitu pula dengan treking dan mendaki gunung masing-masing dipungut Rp 5.000 per orang. Lalu, penelusuran gua Rp 10 ribu per orang, dan pengamatan kehidupan luar Rp 10 ribu.
Selanjutnya, menyelam dipatok Rp 25 ribu per orang, snorkeling Rp 15 ribu, kano atau sampan Rp 25 ribu, selancar Rp 25 ribu, arung jeram Rp 15 ribu, dan mancing Rp 25 ribu.
Menurut Evo tarif baru ini terlalu tinggi dan tak masuk akal. Untuk itu, ASITA menolak tarif yang memicu keributan itu.
Evo meminta Pemprov NTT, Pemkab Manggarai Barat, dan Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) duduk bersama pelaku pariwisata membahas penetapan tarif di TN Komodo tersebut.
"Kami tidak bisa ikuti tarif itu, kita seharusnya duduk bersama, berbicara apa kewenangan PT Flobamor menaikkan tarif seperti itu," tegas Evo.
"Duduk bersama Pemda NTT itu sama BTNK sama Pemda Manggarai Barat, Flobamor ini apa, sama dengan kami statusnya (sama-sama perusahaan). Pemerintah dong yang membentuk itu BUMD, kenapa dia kewenangan seperti itu, dasar dia kasih kewenangan itu apa," lanjut dia.
Evo mengatakan penetapan kenaikan tarif wisata di TN Komodo oleh PT Flobamor hanya menimbulkan kegaduhan menjelang KTT ASEAN atau ASEAN Summit di Labuan Bajo pada Mei mendatang yang membutuhkan suasana kondusif.
"Ini kan hanya menimbulkan kegaduhan, yang harus kita jaga ini kan situasi kondusif menjelang ASEAN Summit. Ini kita harus jaga sama-sama. Pemprov NTT jangan terlalu memaksakan diri, kalau itu pun terjadi setelah ASEAN Summit kita duduk, kita ngobrol kalau memang bisa dijalankan kenapa, kalau memang tidak ya apa solusinya," kata Evo.
Ia menegaskan PT Flobamor tak pernah mengajak komunikasi ASITA terkait penetapan tarif baru di Taman Nasional Komodo. "Tidak ada, kantornya (di Labuan Bajo) pun kami tidak tahu di mana," ujarnya.
Evo tak habis pikir dengan ulah PT Flobamor menetapkan tarif baru tersebut yang dipaksakan pemberlakuannya kepada setiap wisatawan. Padahal PT Flobamor itu hanya sebuah perusahaan seperti halnya perusahaan travel agent yang bernaung di bawah ASITA.
"Dia (PT Flobamor) ini siapa sebenarnya, lho. Kalau statusnya sebagai perusahaan ya sama juga, kami juga memiliki perusahaan ya samalah statusnya. Jadi kalau kami berbicara dengan dia lho dia ini siapa. Flobamor milik Pemda NTT kok bisa sejauh ini masuk ke dalam Taman Nasional Komodo sampai Pemda Manggarai Barat tidak berdaya," katanya
"Kami mau tanya ke Pemprov NTT ini Flobamor ini apa, kamu tugaskan untuk apa, sudah koordinasi belum dengan Pemda Manggarai Barat dan stakeholder," tandas Evo.
(efr/gsp)