Eks kepala dinas ESDM Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainal Abidin dan Direktur Utama PT AMG Po Swandi menjadi tersangka kasus dugaan korupsi tambang pasir besi di Lombok Timur. Keduanya pun resmi menjadi tahanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.
Sebelum penetapan tersangka terhadap Zainal Abidin, tujuh orang Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati sempat menggeledah ruang eks kepala dinas ESDM NTB itu. Di sana, Pidsus Kejati mengamankan sejumlah berkas untuk melengkapi alat bukti.
Penyidik juga menggeledah kantor PT AMG yang ada di Lombok Timur. "Berkas yang diamankan ini sebagai barang bukti untuk penetapan tersangka," ujar Kasi Penerangan Hukum Kejati NTB Efrien Saputera, Kamis (9/3/2023).
Saat itu, Efrien menyebut sudah mengantongi nama-nama calon tersangka. Dipastikan tersangka kasus dugaan korupsi tambang pasir itu lebih dari satu orang.
Tak berselang lama, pada Senin (13/3/2023), Kejati NTB menetapkan Zainal Abidin sebagai tersangka. Ia pun langsung ditahan.
Asisten Pidsus Kejati NTB Ely Rahmawati mengungkapkan tersangka ditahan dengan alasan subjektif dan objektif. Yaitu, Pasal 21 ayat 4 KUHP, kekhawatiran menghilangkan barang bukti.
"Jadi, terhadap tersangka dengan ancaman pidananya di atas lima tahun bisa dilakukan penahanan," kata Ely.
Ely tidak merinci peran Zainal Abidin. Namun, dugaan sementara, ada penyalahgunaan kewenangan dalam proses kegiatan penambangan pasir besi di Lombok Timur.
Umaiyah, Kuasa Hukum Zainal Abidin, mengisyaratkan Kejati NTB salah tangkap karena izin pertambangan dikeluarkan oleh Bupati Lombok Timur H Sukiman Azmy.
"ZA tidak tahu surat itu dijadikan rujukan untuk perizinan gelap oleh PT AMG," ungkapnya.
Surat yang dimaksud dijadikan bukti penetapan tersangka Zainal Abidin. Surat bernomor 540 tertanggal 27 April 2022 itu dirilis Zainal Abidin. Namun, yang bersangkutan berdalih tidak pernah mengeluarkan surat sesuai dengan nomor dan tanggal tersebut.
(BIR/irb)