Wakil Presiden Maruf Amin mengungkapkan alasan Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan rencana kenaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2023 sebesar Rp 69 juta. Menurut Maruf, selama ini subsidi untuk biaya haji terlalu besar.
Tahun lalu, biaya haji dipatok sebesar Rp 39,8 juta. Maruf menyebut 59 persen di antaranya disubsidi oleh negara.
"Saya kira semua tahun, subsidi haji tahun lalu itu terlalu besar, 59 persen. Nah sekarang dibahas ya," ujarnya seusai meresmikan BLK Komunitas di Pondok Pesantren Manhalul Ma'arif Nahdlatul Ulama di Desa Darek, Kecamatan Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Jumat (10/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karenanya, sambung dia, jika biaya haji tahun lalu tetap dipertahankan, maka dana haji yang dihimpun dan dikembangkan pemerintah dari para calon jemaah haji akan tergerus.
"Ini berpotensi mengeruk dana haji yang dikembangkan. Supaya tidak (mengeruk), maka subsidi (biaya haji) harus dikurangi," terang Maruf.
Sebagai solusi, pemerintah pusat bersama jajarannya, lanjut dia, akan mengkaji lebih jauh besaran biaya haji tahun ini yang bisa diterima oleh masyarakat. "Sedang dibicarakan, berapa yang tepat yang bisa diterima," tutur dia.
Maruf menuturkan biaya haji akan tetap menyesuaikan subsidi yang dibebankan kepada pemerintah. "Jadi, masyarakat bisa menerima biaya haji, tetapi juga dana haji tidak akan tergerus dan bisa berkelanjutan," tegasnya.
Mengutip detikNews sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan biaya haji yang ditanggung oleh calon jemaah naik menjadi Rp 69,19 juta.
Jika dibandingkan dengan biaya haji tahun lalu yang sebesar Rp 39,8 juta, maka kenaikannya mencapai 73 persen. Kendati cukup tinggi, namun kenaikannya dinilai memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji.
Usulan kenaikan biaya haji tersebut disampaikan Yaqut saat memberikan paparan dalam Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR, Kamis (19/1/2023) lalu. Raker ini membahas agenda persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun lalu.
(BIR/gsp)