Seks Bebas Tinggi, Kasus HIV/AIDS Tahun 2022 di Manggarai Barat Meroket

Seks Bebas Tinggi, Kasus HIV/AIDS Tahun 2022 di Manggarai Barat Meroket

Ambrosius Ardin - detikBali
Kamis, 01 Des 2022 18:05 WIB
Foto Ilustrasi ODHA (Orang hidup Dengan HIV/AIDS)
Ilustrasi ODHA (Orang hidup Dengan HIV/AIDS). (Foto: Rachman_punyaFOTO)
Manggarai Barat - Jumlah penderita atau orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kabupaten Manggarai Barat, NTT, meroket. Dalam 4 tahun terakhir, jumlah ODHA tertinggi terjadi dalam 11 bulan tahun 2022 sebanyak 30 orang. Penyebabnya adalah tingginya kasus seks bebas.

Pada tahun 2021, jumlah ODHA di Manggarai Barat tercatat sebanyak 19 orang, 2020 sebanyak 27 orang, dan 2019 sebanyak 25 orang. Sementara jika dihitung dalam periode 2017 hingga hingga November 2022, Manggarai Barat mencatat total ODHA sebanyak 125 orang. Rinciannya 4 anak-anak, 2 remaja berstatus pelajar, dan sisanya orang dewasa. Adapun jumlah ODHA yang meninggal dunia pada periode tersebut sebanyak 29 orang.

"Penyebab utama masih adanya hubungan seksual bebas," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Barat Fransiskus Dulla Kurniawan Gibbons di Labuan Bajo, Kamis (1/12/2022).

Penanganan ODHA di Manggarai Barat, kata Frans, terpusat di layanan pengobatan dan perawatan (LPDP) ODHA RSUD Komodo, Labuan Bajo. Jika ada temuan ODHA hasil skrining di Puskesmas di wilayah Manggarai Barat, maka yang bersangkutan wajib dirujuk ke RSUD Komodo untuk mendapatkan LPDP.

"Dari sisi ketersediaan obat ada. Yang menjadi kendala, pasien pergi dan hilang kontak, itu kendala utamanya, mengingat pengobatannya seumur hidup," kata Frans.

Frans menambahkan, dari jumlah ODHA yang masih hidup, sebanyak 76 orang menjalani pengobatan antiretro viral (ARV), yakni pengobatan untuk mengatasi infeksi akibat retrovirus seperti HIV. Berikutnya sebanyak 4 orang berstatus lost of follow up, 9 orang di rujuk ke luar, dan 7 orang berstatus lost contact.

Kendala Penanganan ODHA di Manggarai Barat

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Barat Fransiskus Dulla Kurniawan Gibbons menjelaskan perbedaan ODHA berstatus lost of follow up dan berstatus lost contact. ODHA berstatus lost of follow up adalah pasien yang sudah dapat terapi ARV tapi dalam jangka waktu lebih dari 3 bulan tidak melakukan kontrol. Sedangkan lost contact adalah orang yang hasil tesnya positif ODHA, tapi tidak bisa dihubungi lagi untuk proses pengobatan lebih lanjut.

Menurutnya, kendala penanganan ODHA di Manggarai Barat adalah adanya pasien ODHA yang lost of follow up maupun lost contact. Padahal pengobatan ODHA harus dilakukan seumur hidup, sebab obat yang dikonsumsi tidak menyembuhkan HIV/AIDS tapi menekan virusnya tidak mereplikasi dirinya menjadi lebih banyak dalam tubuh.

Ia mengatakan, perlu adanya sosialisasi dan penyuluhan yang berkelanjutan tentang HIV/AIDS. Dukungan Komunitas ODHA diharapkan mampu mengubah pola pikir pasien HIV/AIDS agar mau menjalani pengobatan ARV. Apalagi ODHA sendiri menghadapi tantangan berat di lingkungan sosialnya berupa stigmatisasi dan perlakuan diskriminatif terhadap penderita HIV/AIDS.

Untuk diketahui, seseorang yang tertular HIV belum tentu positif AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kondisi akibat serangan virus HIV. AIDS, kata dia, bisa disebut juga sebagai HIV stadium 3 dengan kondisi dan gejala yang kompleks. Karena itu, pasien harus segera mengonsumsi ARV begitu didiagnosis menderita HIV agar perkembangan virus HIV dapat dikendalikan.

"Penting untuk diingat, menunda pengobatan dapat membuat virus terus merusak sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko infeksi berkembang menjadi AIDS," tegas Frans.

"Selain itu, penting bagi pasien untuk mengonsumsi ARV sesuai petunjuk dokter. Melewatkan konsumsi obat akan membuat virus HIV berkembang lebih cepat dan memperburuk kondisi pasien," pungkasnya.


(iws/dpra)

Hide Ads