Nestapa Nakes NTB: Honor Sebulan Rp 50.000, Kini Tak Bisa Ikut PPPK

Nestapa Nakes NTB: Honor Sebulan Rp 50.000, Kini Tak Bisa Ikut PPPK

tim detikBali - detikBali
Rabu, 14 Sep 2022 08:19 WIB
Ratusan tenaga kesehatan di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) serentak melakukan mogok kerja pada Selasa (13/9/2022).
Ratusan tenaga kesehatan di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) serentak melakukan mogok kerja, Selasa (13/9/2022). Foto: Faruk Nickyrawi
Dompu -

Nasib tenaga kesehatan (nakes) di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengabdi sepuluh tahun hanya mendapat honor Rp 50.000 per bulan, kini mereka tak masuk persyaratan rekrutmen PPPK 2023.

Salah satu nakes asal Kecamatan Kilo, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), Syarifuddin mengaku tak pernah mendapat gaji selama sepuluh tahun mengabdi menjadi nakes. Selama ini ia hanya mendapat upah atau honor Rp 50.000 per bulan.

Ia mengakui ada pendapatan lain dari tambahan uang atau dana kapitasi, namun besaran nominal dana tersebut tidak tentu. Pembayaran dana kapitasi bulanan pun biasanya dibayar di muka kepada puskesmas, berdasarkan jumlah peserta terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Uang (dana kapitasi) tersebut diperoleh dari kapitasi yang saya punya. Saya sudah sepuluh tahun bekerja, tetapi tidak mendapatkan gaji karena bukan pegawai SK honor daerah," kata Syarifuddin.

Praktis dengan besaran dana kapitasi yang tidak tentu, ia hanya mendapatkan honor Rp 50.000 per bulan. "Jadi saya dapat per bulan hanya Rp 50 ribu, selain itu hampir bisa dikatakan tidak ada tambahan," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Syarifuddin dan sejumlah nakes yang tergabung Forum Komunikasi Honorarium Nakes Non ASN (FKHN) Kabupaten Dompu, menuntut pemerintah lebih memperhatikan nasib para nakes.

"Kami setidaknya harus mendapatkan kepastian dari pemda. Bahwa nasib kami harus diperhatikan," tukas Syamsudin.

Seperti diketahui, FKHN Dompu menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Dompu, Selasa (13/9/2022). Mereka mogok kerja serentak karena tidak puas dengan sikap pemerintah yang enggan memperhatikan nasib para nakes.

"Jika hari ini nasib kami tidak diindahkan dan tidak diperhatikan, maka secara nurani kami akan boikot seluruh Puskesmas dan tidak akan ada pelayanan," kata koordinator lapangan, Ula Aminullah.

Para nakes tersebut, jelas Ula Aminullah, merasa terzalimi oleh aturan diskriminatif menjelang perekrutan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Berdasar aturan tersebut, nakes sukarela dan memiliki SK Kapitasi tidak diperbolehkan ikut seleksi atau perekrutan.

"Kami terzalimi karena surat edaran BKD, perekrutan pegawai kontrak untuk non ASN itu mendiskriminasi kami, masa cuma yang punya SK Honda (honorarium daerah, Red) saja yang masuk kriteria. Itu membeda-bedakan kami," tegasnya.

"Yang memiliki SK Honda tu adalah orang-orang tertentu, sementara yang sukarela dan kapitasi banyak dan sudah kerja bertahun-tahun," sambungnya.

Dikatakannya, para tenaga kesehatan awalnya melakukan pengumpulan bahan dan dokumen untuk perekrutan PPPK. Namun dihentikan di tengah jalan karena tidak memenuhi kriteria. Mereka merasa tidak adil karena yang dibutuhkan hanya nakes pemilik SK Honda yang sumber gajinya dari ABPD.

"Kami kumpulkan bahan, di tengah jalan dihentikan karena yang bisa masuk itu tenaga SK Honda yang gajinya dari APBN. Saat bekerja, kami tidak membeda-bedakan pasien dan justru kami banyak kerja. Kenapa soal ini kami dibeda-bedakan," tegas Aminullah.

Halaman 2 dari 2
(irb/irb)

Hide Ads