Pemda NTB Kekurangan Dokter Hewan Tangani Wabah PMK di Lombok

Pemda NTB Kekurangan Dokter Hewan Tangani Wabah PMK di Lombok

Ahmad Viqi - detikBali
Jumat, 10 Jun 2022 10:09 WIB
Hewan ternak sapi di salah satu kandang milik peternak di Lombok Barat.
Hewan ternak sapi di salah satu kandang milik peternak di Lombok Barat. (Foto: Ahmad Viqi/detikBali)
Mataram -

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) mengaku kewalahan menangani maraknya ternak sapi di lima kabupaten/kota di Lombok yang terserang wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Pasalnya, jumlah sapi terpapar PMK di Pulau Lombok Provinsi NTB tembus 21.435 kasus.

Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB, drh. Muslih mengatakan jumlah dokter hewan yang bertugas melakukan penyuntikan obat untuk sapi yang terpapar PMK di NTB masih minim. Hal itu menyebabkan penanganan sapi yang terkena PMK menjadi lambat.

Menurut data, Dinas Peternakan Provinsi NTB baru memiliki 7 orang dokter hewan. Merekalah yang intens menangani pengobatan untuk sapi terpapar PMK di Pulau Lombok.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sangat kurang kita punya dokter. Kita itu tiap hari suntik sapi, jadi tentunya, keterbatasan manusia sampai berapa ekor tentu kewalahan. Karena dokter yang kita miliki di pemerintah terbatas," kata Muslih, Jumat (10/6/2022).

Menurut Muslih, khusus di Lombok Barat saja, dengan keterpaparan cukup tinggi capai 5.519 kasus. Dari jumlah tersebut, sapi yang sakit 3.662 dan total sembuh capai 1.849. Jumlah sapi yang mencapai ribuan itu hanya ditangani oleh dokter hewan yang berjumlah minim.

ADVERTISEMENT

"Itu sangat terbatas ya. Kebutuhan kita harusnya lebih banyak, kalau dihitung masih butuh 3 kali lipat dari jumlah yang sekarang," kata Muslih.

Muslih menambahkan, 7 orang dokter hewan di Pemda NTB hanya 4 orang yang diturunkan untuk menangani PMK di lima kabupaten/kota. Sementara sisanya bertugas untuk mengurus administrasi.

"Selebihnya itu mengurus administrasi. Pada intinya semua sama-sama jalan. Kami juga pastikan kebutuhan obat-obatan juga perlu dihitung selama penanganan PMK di Lombok," katanya.

Mengantisipasi kurangnya jumlah dokter hewan tersbut, Pemda NTB telah melakukan koordinasi dengan Kepala Karantina Hewan di NTB untuk melakukan penanganan sapi terpapar PMK.

"Mekanisme penambahan sedang kita kerjakan. Kami sudah bersurat dari provinsi ke pihak karantina hewan. Informasinya pihak karantina tinggal menjadwalkan untuk membantu penanganan PMK di Lombok," kata Muslih.

Dari data yang diterima detikBali, berikut adalah jumlah kasus PMK di lima kabupaten/kota di Lombok per tanggal 9 Juni 2022:

  • Lombok Tengah: 5.519 kasus, total sakit 2.829 ekor, sembuh 2.689 ekor, dipotong paksa 1 ekor
  • Lombok Barat: 5.519 kasus, total sakit 3.662 ekor, sembuh 1.849 ekor, mati 6, dipotong paksa 2 ekor
  • Lombok Timur: 8.644 kasus, total sakit 3.795 ekor, sembuh 4.794 ekor, dipotong paksa 54 ekor
  • Lombok Utara: 1.379 kasus, total kesembuhan 87 ekor, sakit 1.281 ekor, mati 5 ekor, dipotong paksa 6 ekor
  • Kota Mataram: 378 kasus, sakit 244 ekor, sembuh 91 ekor, dipotong paksa 39 ekor

Diberitakan sebelumnya, jumlah kematian sapi akibat PMK di NTB banyak dialami oleh anak sapi yang baru lahir. Hal itu lantaran anak sapi tidak mendapat menyusui karena induk sapi yang terpapar PMK tidak mengeluarkan air susu. Oleh karenanya, peternak diminta untuk memberikan susu buatan dari tepung dan susu.

Selain itu jumlah angka meningkatnya pemotongan paksa sapi terpapar virus PMK itu karena ada rasa kepanikan dari peternak yang ada di Pulau Lombok.

"Jadi banyak yang panik. Makanya kita minta kalau sapinya terpapar harus diterapi dulu biar sembuh. Virus pasti akan begitu gejalanya, kadang naik demamnya tapi pasti dia sembuh," kata Muslih, Kamis (29/6/2022).




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads