Kejaksaan Negeri Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT) menetapkan tersangka kasus korupsi pembelanjaan alat kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kefamenanu tahun anggaran 2015.
Penetapan tersangka kasus korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,7 miliar ini cukup mengejutkan karena Kejari Kefamenanu menetapkan sebanyak 7 tersangka sekaligus dalam kasus ini.
Para tersangka tersebut yakni DD dan AS yang merupakan direktur dari 2 perusahaan di Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satu tersangka lainnya yakni ML, merupakan pegawai pada salah satu perusahaan yang bergerak dalam penjualan alat kesehatan.
Sedangkan, tersangka IWN merupakan mantan Direktur RSUD Kefamenanu. Selain itu, Kejari Kefamenanu juga menetapkan 3 orang tersangka lainnya yakni FC, II, YMB. Ketiga orang tersangka ini tidak ditahan karena sedang menjalani pidana.
Selasa (24/5/2022) malam, tiga tersangka digelandang ke mobil tahanan Kejari Kefamenanu terlebih dahulu pasca dikenakan rompi orange oleh pihak penyidik Kejari Kefemenanu.
Sementara tersangka IWN masih mendapat perawatan medis karena terkendala kesehatan. Tersangka IWN dijemput dengan satu unit mobil ambulans menuju ke RSUD Kefamenanu.
Kajari Kefamenanu, Jimmi Lambila, SH,H, Selasa (24/5/2022) malam mengatakan Tim Penyidik berpendapat bahwa telah cukup bukti untuk menetapkan para pihak sebagai tersangka.
Tersangka FC dan II tidak ditahan karena sedang menjalani proses pidana perkara alat kesehatan di Padang.
Sementara tersangka YMB juga sedang menjalani masa tahanan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Alkes.
Sebelumnya Kajari Kefamenanu, Robert Jimmi Lambila, SH,MH,melalui Kasi Pidsus Kefamenanu, Andre P. Keya, SH beberapa waktu lalu mengatakan, tim penyidik Kejari Kefamenanu telah melakukan pemeriksaan 25 orang.
Mereka ini yang terlibat langsung dalam proses pengadaan alat kesehatan RSUD Kefamenanu tahun anggaran 2015.
Menurut Andre, tim penyidik telah memeriksa sebanyak 25 orang saksi yang terdiri dari pihak RSUD Kefamenanu (Kepala Ruangan, Perencana), Pokja, PPHP, PPK dan pihak rekanan serta para distributor.
Terhadap perkara itu, Kejari Kefamenanu menerbitkan sebanyak 3 surat perintah penyidikan umum. Surat perintah penyidikan tersebut berkaitan dengan pengadaan alkes maternal, alkes neonatal dan ICU.
Ia menerangkan, tim penyidik juga telah melakukan penyitaan terhadap barang bukti untuk mendukung proses penyidikan.
Selain itu, beberapa pekan lalu, tim penyidik Kejari Kefamenanu melakukan ekspos gelar perkara dengan pihak BPKP Perwakilan Provinsi NTT di Kupang.
Dari hasil gelar perkara tersebut, tim penyidik dan BPKP menyetujui bahwa adanya kerugian keuangan negara atas paket pekerjaan pengadaan alkes RSUD Kefamenanu tahun anggaran 2015.
Menindaklanjuti hal ini, ucap Andre, BPKP Perwakilan Provinsi NTT saat ini sedang melakukan investigasi terhadap perkara yang dimaksud.
Ia menambahkan, tim penyidik akan mengambil langkah-langkah lanjutan atas penanganan kasus dugaan Tipikor tersebut dengan memanggil para saksi lainnya yang belum sempat diperiksa. "Sambil menunggu hasil dari audit BPK," ujarnya.
Sprindik paket pekerjaan itu, bagian dari pengembangan kasus korupsi RSUD Kefamenanu tahun 2015 yang sudah diusut oleh Kejari Kefamenanu pada tahun 2021 lalu dan telah diputuskan di Pengadilan Negeri Tipikor Kupang. (*)
(iws/iws)