Satuan Tugas (Satgas) penyelesaian konflik sosial khususnya yang terjadi di Desa Mareje Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat NTB, akan bekerja selama 3 bulan ke depan sejak konflik kesalahpahaman yang terjadi pada, Selasa 3 Mei 2022 lalu.
Hal itu ditegaskan langsung oleh Bupati Lombok Barat H Fauzan Khalid usai melaksanakan Gawe Rapah (makan bersama) di Lapangan SMPN 3 Lembar Desa Mareja Kecamatan Lembar, Rabu (18/5/2022).
Menurut Fauzan Satgas penyelesaian konflik yang terjadi di Mareje itu telah diatur dalam undang-undang nomor 7 tahun 2012. Fauzan juga menegaskan satgas penyelesaian konflik sosial tersebut dibentuk secara ad hoc usai konflik yang terjadi di Desa Mareje.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketuanya itu saya sesuai undang-undang. Satgas diisi oleh jajaran Forkopimda Lombok Barat. Ada ketua DPRD, Kapolres dan Dandim," kata Fauzan.
Menurutnya, Gawe Rapah yang telah dilaksanakan ialah bertujuan untuk mendamaikan kedua tokoh agama di Desa Mareje. Hal itu merupakan keputusan Satgas bersama kedua masyarakat yang ada di Desa Mareja.
"Ini bagian dari tugas Satgas. Di mana kita perkirakan akan bekerja selama tiga bulan. Semua keputusan diambil oleh satgas bersama semua masyarakat juga," ujarnya.
Fauzan juga menjelaskan bahwa sejatinya tujuan dari Gawe Rapah yang dilakukan ialah untuk meredam konflik yang terjadi karena kesalahpahaman atau miskomunikasi yang menyebabkan insiden pembakaran rumah warga.
"Ini ada propokator yang kemudian menyebabkan konflik membesar. Setelah kami turun ke lapangan itu yang jelas bukan konflik agama," kata Fauzan.
Dia pun berpesan kepada kedua masyarakat di Mareja agar selalu menyelesaikan masalah dengan kepala dingin tidak mengedepankan emosi sesaat. Selain itu kedua masyarakat diminta tetap berkomunikasi dan bersilaturahim.
Terpisah, Gubernur NTB Dr. H Zulkieflimansyah menjelaskan bahwa masalah dasar konflik yang terjadi di Desa Mareje beberapa waktu lalu harus dibuka agar diketahui publik. Hal itu kata Zul akan membuat persepsi publik lebih memahami akar muasal konflik yang terjadi.
"Masalah dasarnya tidak diketahui, jadi persepsi publik jadi berbeda, ini kan bukan masalah persoalan agama. Ini karena ada atensi di politik lokal saja," kata Zul.
Dia pun mengaku bahwa akar konflik yang terjadi di Desa Mareja sejatinya harus disikapi dengan kepala dingin. Sehingga luka lama akibat pemilihan kepala Desa yang belum sembuh harus diselesaikan antar kedua kelompok masyarakat.
(nor/nor)