Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan pemerintah memilih menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) alih-alih langsung merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) untuk mengatur penugasan anggota Polri di luar struktur kepolisian. Menurut Yusril, langkah tersebut diambil untuk menyelesaikan persoalan hukum pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pemerintah saat ini fokus menuntaskan problem pasca Putusan MK dan polemik terhadap Perpol Nomor 10 Tahun 2025 agar tidak melebar ke mana-mana. Penyusunan PP jelas akan lebih cepat dibanding menyusun UU. Karena itu, Presiden memilih pengaturan melalui PP," ujar Yusril kepada wartawan, Minggu (21/12/2025), dikutip dari detikNews.
Yusril menjelaskan, Pasal 19 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) secara tegas mengatur bahwa jabatan ASN tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri. Namun, ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan tersebut harus diatur dalam Peraturan Pemerintah. Oleh karena itu, penyusunan PP dinilai menjadi dasar hukum yang jelas dan konstitusional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, Pasal 28 ayat (4) UU Polri menegaskan bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan birokrasi sipil di luar kepolisian jika telah pensiun atau mengundurkan diri. Yusril menyebutkan, PP yang tengah disusun akan mengatur jabatan-jabatan yang memiliki keterkaitan dengan tugas kepolisian sehingga dapat diisi oleh personel Polri.
"PP yang disusun ini dimaksudkan untuk melaksanakan Pasal 28 ayat (4) UU Polri, putusan Mahkamah Konstitusi, sekaligus Pasal 19 UU ASN. PP tersebut nantinya akan menggantikan dan sekaligus menata ulang jabatan-jabatan apa saja yang dapat diisi oleh anggota Kepolisian yang sebelumnya diatur dalam Perpol Nomor 10 Tahun 2025," jelasnya.
Yusril kemudian menyinggung pengaturan penugasan personel TNI yang telah diatur langsung di tingkat undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Menurutnya, perbedaan instrumen hukum tersebut merupakan pilihan kebijakan pembentuk undang-undang.
"UU TNI memilih mengaturnya langsung dalam undang-undang. Dengan PP juga tidak ada masalah. Meski Pasal 28 ayat (4) UU Polri tidak secara eksplisit memerintahkan pengaturan lebih lanjut melalui PP, namun berdasarkan Pasal 5 UUD 1945, Presiden berwenang menetapkan PP untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya," kata Yusril.
Ia menambahkan, keputusan untuk merevisi UU Polri atau tidak sepenuhnya bergantung pada hasil kerja Komisi Percepatan Reformasi Polri yang diketuai Jimly Asshiddiqie, serta arah kebijakan Presiden setelah menerima rekomendasi dari komisi tersebut.
"Apakah ke depan UU Polri akan diubah atau tidak, itu tergantung pada hasil kerja Komisi Percepatan Reformasi Polri dan kebijakan Presiden setelah komisi menyelesaikan tugasnya," ujarnya.
Yusril juga mengungkapkan bahwa proses perumusan PP telah dimulai sejak dua hari lalu dengan melibatkan Kementerian PANRB, Kementerian Sekretariat Negara, dan Kementerian Hukum, di bawah koordinasi Kemenko Kumham Imipas. Presiden, kata Yusril, telah menyetujui pengaturan penugasan anggota Polri di jabatan sipil dilakukan melalui PP.
"Diharapkan paling lambat akhir Januari 2026, PP tersebut sudah dapat diselesaikan," pungkas Yusril.
(dpw/dpw)










































