Seorang oknum aparatur sipil negara (ASN) berinisial NA (40) di Kabupaten Lombok Tengah (Loteng), Nusa Tenggara Barat (NTB), diduga mengoplos beras premium dan menjualnya ke sejumlah pasar. Polda NTB membongkar praktik tersebut setelah menerima laporan dari Bulog terkait peredaran beras kemasan lama di pasar tradisional.
Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Mohammad Kholid mengungkapkan, NA membeli beras berkualitas bagus dan menir dari penggilingan di wilayah Lombok Tengah dan Lombok Barat. Ia juga membeli beras jatah dari pengepul di Pasar Pagutan, Kota Mataram.
"Dia juga membeli beras jatah dari pengepul di Pasar Pagutan, Kota Mataram," ujar Kholid, Rabu (30/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dicampur dan Dikemas Ulang
NA mencampurkan tiga karung beras berkualitas bagus dengan satu karung menir. Setelah dicampur, beras itu dikemas ulang menggunakan karung bermerek SPHP, Beraskita, dan Beras Medium ukuran 5 kilogram.
"Dikemas ulang ke karung merek SPHP, Beraskita dan Beras Medium ukuran 5 kilogram," sebutnya.
Beras oplosan tersebut kemudian dijual melalui sales dengan kendaraan roda empat ke sejumlah toko ritel.
Menurut Kholid, NA sudah menjalankan praktik ini selama dua bulan. Ia meraup keuntungan sekitar Rp 1.500 hingga Rp 2.000 per kemasan 5 kilogram.
"Tapi harga yang dibayar masyarakat tidak sebanding dengan kualitas. Ini jelas penipuan dan sangat membahayakan kepercayaan publik terhadap program pangan nasional," tegas Kholid.
Produksi di Lombok Barat
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda NTB Kombes FX Endriadi menambahkan, NA mengemas beras oplosan tersebut ke dalam karung bekas SPHP yang telah dimodifikasi.
"Setelah itu, beras oplosan itu dijual ke toko-toko ritel di perkampungan dan pasar tradisional. Beberapa pedagang diketahui telah membeli dan menjual beras oplosan tersebut," jelas Endriadi.
Meski begitu, NA masih berstatus terperiksa. Ia belum ditetapkan sebagai tersangka.
"Kami juga akan memeriksa pemilik toko-toko ritel yang menerima dan menjual beras tersebut sebagai saksi," tambahnya.
NA terancam dijerat Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf a UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 106 jo Pasal 24 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan/atau Pasal 100 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Kepolisian membongkar praktik pengoplosan ini setelah Ditreskrimsus Polda NTB menerima laporan dari Bulog terkait beredarnya beras bermerek lama yang seharusnya tidak lagi beredar di pasaran.
Setelah dilakukan penyelidikan, polisi menemukan lokasi produksi beras oplosan milik NA di BTN Pemda Dasan Geres, Lombok Barat.
Di lokasi tersebut, petugas menyita barang bukti berupa 3.525 kg beras oplosan dan menir dalam berbagai kemasan, 4.277 lembar karung kemasan SPHP, Beraskita, dan Beras Medium, 14.000 lembar karung kosong siap pakai, serta peralatan produksi seperti mesin blower, ayakan, mesin jahit karung, sekop, dan timbangan.
Warga Mataram Resah
Sementara itu, warga Kota Mataram dibuat resah dengan temuan beras oplosan yang beredar luas di pasar tradisional. Sebelumnya, praktik serupa juga ditemukan di sejumlah ritel modern.
"Baru kemarin kami beralih beli beras ke pasar, eh sekarang malah ditemukan banyak beras premium oplosan di pasar-pasar tradisional di sini. Harus ke mana lagi kita cari beras, di mana-mana dioplos, aduh," ujar Gusti Ayu, warga Jempong, Sekarbela, Mataram.
Gusti mengaku menunda rencana membeli beras di pasar usai mengetahui kabar sidak Polda NTB yang menemukan banyak beras premium palsu.
"Biasanya kalau di pasar, saya beli beras merek Beraskita atau beras SPHP. Eh ternyata, dua merek itu kena sidak Polda. Beritanya heboh di sosial media tadi siang," ujarnya.
Hal senada disampaikan Komala Dewi, warga Mataram lainnya. Ia kaget karena selama ini rutin membeli beras SPHP yang memiliki label Bulog.
"Kaget banget, soalnya saya biasa beli beras SPHP di pasar. Semoga kepolisian bisa rutin gelar sidak, kasihan kita yang rutin konsumsi beras soalnya," ujarnya.
Rokyah, warga lainnya, mengaku sering membeli beras SPHP di Pasar Pagesangan karena harganya murah dan rasanya pulen.
"Saya biasa beli SPHP di Pasar Pagesangan, lumayan murah di kantong. Berasnya juga saya pakai buat jualan. Aduh, kalau semua-semua beras dioplos, beras mana lagi yang kita beli," ucapnya kesal.
Simak Video "Video: Mendagri Sebut Ada Perusahaan Besar Terlibat Kasus Beras Oplosan "
[Gambas:Video 20detik]
(dpw/dpw)