Stefani Doko Rehi alias Fani, mahasiswi semester enam di Politeknik Negeri Kupang, menangis saat diperiksa oleh jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kupang, Kamis (12/6/2025). Fani merupakan tersangka kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak yang diduga dilakukan eks Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.
Fani dilimpahkan oleh penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) ke Kejari Kota Kupang untuk menjalani proses hukum tahap II. Saat tiba pukul 10.59 Wita, ia dikawal oleh penyidik Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTT.
Fani mengenakan kemeja putih lengan panjang dan masker putih, dengan tangan diborgol plastik. Ia langsung digiring menuju ruang Staf Pidana Umum (Pidum) Kejari Kota Kupang untuk menjalani pemeriksaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pemeriksaan, Fani tampak tersenyum dan mengangguk saat ditanya oleh sejumlah jaksa perempuan. Ia juga didampingi oleh penasihat hukumnya, Melson Beri.
Tangis Fani dan Status Anak Angkat
Menurut Melson, Fani menangis saat jaksa menanyakan status keberadaannya dalam keluarga. Ia menjelaskan bahwa Fani merupakan anak angkat yang secara sah diangkat oleh keluarga di Soe, Timor Tengah Selatan (TTS).
"Sehingga marga Doko Rehi adalah marga dari bapak angkatnya, tetapi yang sebenarnya itu dia marga Dima sesuai marga ayah kandungnya," ujar Melson kepada wartawan.
Selama pemeriksaan, Fani mendapatkan sekitar 5-6 pertanyaan seputar pasal sangkaan, keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP), hingga riwayat awal pertemuannya dengan Fajar. Semua pertanyaan dijawab tanpa tekanan.
Fani diketahui pertama kali mengenal Fajar dengan nama samaran 'Fandi'. Ia tahu bahwa Fandi adalah polisi, namun tidak mengetahui jabatannya.
Ia kemudian dihubungi oleh teman perempuan berinisial V yang mengajaknya bertemu Fajar. Dalam pertemuan itu, Fajar mengaku senang dengan anak kecil dan meminta Fani untuk membawakan anak-anak.
"Fani membawa anak kecil yang tinggal dekat kosnya. Jadi yang fasilitasi untuk bertemu Fajar itu adalah temannya Fani, mereka berkomunikasi melalui WA dan itu semua ada di BAP," terang Melson.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati NTT, Anak Agung Raka Putra Dharmana, mengatakan Fani dijerat dengan empat pasal, termasuk pasal kekerasan seksual terhadap anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
"Fani merupakan seorang mahasiswi yang dijadikan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dan perdagangan orang," kata Raka.
Diancam Pasal Berlapis
Fani dijerat dengan Pasal 81 Ayat (2) juncto Pasal 76 e UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2016, Pasal 6 huruf c UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, serta Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 10 juncto Pasal 17 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.
"Jadi ada empat pasal alternatif yang disangkakan terhadap tersangka ini. Kemudian ancaman maksimalnya 15 tahun penjara," ungkap Raka.
Saat ini, berkas perkara Fani dan Fajar tengah disiapkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) untuk segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Kupang. Keduanya akan disidangkan secara bersamaan.
Penahanan dan Pemindahan ke Lapas
Usai penyerahan tahap II, Fani langsung ditahan oleh JPU dan dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas III Kupang. Ia akan menjalani penahanan selama 20 hari, mulai 12 Juni hingga 1 Juli 2025. Sebelumnya, Fani telah ditahan sejak 24 Maret 2025 dengan beberapa kali perpanjangan.
"Setelah penyerahan Tahap II hari ini, tersangka kembali ditahan oleh JPU di Lapas Perempuan Kelas III Kupang," ujar Raka.
Cedera Serius pada Korban
Salah satu korban berinisial IBS (6) mengalami cedera serius di bagian vital. Korban mengalami robekan pada selaput dara akibat kekerasan benda tumpul. Temuan itu diperoleh dari hasil visum et repertum.
"Perbuatan tersebut mengakibatkan cedera fisik serius, dibuktikan melalui hasil visum et repertum," ujar Raka.
Kejati NTT menegaskan bahwa kejahatan yang melibatkan Fani dan Fajar telah merusak nilai kemanusiaan. Keterlibatan Fani sebagai fasilitator membuktikan bahwa eksploitasi terhadap anak-anak dapat melibatkan orang terdekat.
"Perlindungan terhadap anak dan pencegahan TPPO adalah tanggung jawab bersama demi masa depan generasi yang lebih aman, bermartabat, dan bebas dari kekerasan," pungkas Raka.
(dpw/dpw)