Priguna Anugerah P (31) berniat bunuh diri saat hendak ditangkap polisi. Priguna merupakan dokter residen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung yang menjadi tersangka pemerkosaan terhadap FH (21) anak pasien di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Dokter residen anestesi dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) ditangkap di apartemennya yang berada di Kota Bandung lima hari setelah melakukan aksi bejatnya. Diketahui, aksi bejat itu dilakukan pelaku pada Selasa, 18 Maret 2025 lalu.
Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Surawan mengungkapkan saat mengetahui korban melaporkan perbuatannya ke Polda Jabar, Priguna sempat melakukan percobaan bunuh diri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ditangkap di apartemen, pelaku sempat mau bunuh diri juga, sempat memotong mencoba memotong nadi," kata Surawan di Mapolda Jabar, Rabu (9/4/2025), dilansir dari detikJabar.
Upaya nekat yang dilakukan Priguna berbuntut panjang. Dia pun sempat dirawat di rumah sakit akibat ulahnya sendiri. "Sempat dirawat, setelah dirawat baru ditangkap," ujar Surawan.
Menurut Surawan, modus yang dilakukan pelaku mengambil darah korban karena kondisi sang ayah kritis.
"Dalih pelaku ambil darah, karena ayahnya kritis jadi darah anaknya saja," tuturnya.
Menurut Surawan, aksi pelecehan seksual yang dialami korban terjadi seusai pelaku mengambil darah dari tangan korban. Pelecehan seksual itu dilakukan di gedung MCHC lantai 7 RSHS Bandung pada 18 Maret 2025, pukul 01.00 WIB.
"Enggak tahu tujuannya apa, lalu dibawa ke ruangan itu, setelah ambil darah dan kejadian itu," pungkasnya.
RSHS Kecewa
Dirut RSHS Bandung Rachim Dinata Marsidi mengaku sangat kecewa dengan tindakan pelaku. Menurut Rachim, perbuatan kriminal tidak bisa ditoleransi dan yang bersangkutan telah dikeluarkan dari rumah sakit sebagai calon dokter spesialis.
"Jelas lah (sangat kecewa), itu kan kalau sudah ke kriminal," kata Rachim saat dihubungi, Rabu.
Dia mengatakan Priguna telah dikembalikan ke FK Unpad dan tidak lagi menjalani pendidikan di RSHS.
"Jadi itu sebetulnya kami yang pertama (pelaku) sudah dilaporkan ke polisi ya. Terus untuk residennya sudah kami kembalikan ke fakultas (dikeluarkan). Karena kan dia itu titipan fakultas, bukan pegawai di sini. Jadi PPDS-nya sudah kami kembalikan ke fakultas," ujar Rachim, Rabu.
Rachim menyampaikan RSHS langsung mengambil tindakan setelah mengetahui kejadian tersebut. Namun, ia menyerahkan detail kronologi kasus kepada pihak FK Unpad.
"Jadi karena kan kami juga dengan Pak Dekan juga koordinasi ya, karena itu kan anak didik mereka kan maksudnya itu. Jadi nanti mereka (fakultas) mungkin akan bikin rilis kejadiannya seperti apa gitu," ujarnya.
"Jadi hanya kalau di kami karena itu sudah kriminal, sudah kami keluarkan dari sini," imbuhnya.
Menurut Rachim, berdasarkan informasi yang berkembang, korban kemungkinan besar dibius sebelum mengalami kekerasan seksual. Korban telah menjalani visum dan melaporkan kasus ini ke Polda Jawa Barat.
Kemenkes Sanksi Seumur Hidup
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menjatuhkan sanksi tegas terhadap terduga pelaku. Residen tersebut dilarang melanjutkan pendidikan spesialis dan berpraktik di RSHS seumur hidup.
"Kami sudah berikan sanksi tegas berupa melarang PPDS tersebut untuk melanjutkan residen seumur hidup di RSHS dan kami kembalikan ke FK Unpad," kata Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes RI, Azhar Jaya.
"Soal hukuman selanjutnya, maka menjadi wewenang Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran," tambahnya.
Informasi mengenai dugaan pemerkosaan pertama kali ramai diperbincangkan melalui akun Instagram @ppdsgramm. Saat kejadian, ayah korban tengah dirawat di ICU RSHS dan membutuhkan donor darah untuk keperluan operasi. Pelaku menawarkan diri untuk membantu proses donor darah.
Korban, yang merupakan anak dari pasien, diajak pelaku untuk melakukan prosedur cross match atau pemeriksaan kecocokan darah. Agar proses lebih cepat, korban diajak ke lantai 7 Gedung Baru RSHS, yang saat itu masih kosong.
"Di lantai 7, korban disuruh ganti pakai baju pasien. Terus dipasang akses IV."
Akses IV (intravena) digunakan dalam prosedur medis untuk memasukkan cairan, obat, atau darah ke dalam pembuluh darah. Korban diduga tidak memahami prosedur yang dijalankan, dan akhirnya mengikuti arahan pelaku, termasuk saat diberikan obat bius.
"Kejadiannya terjadi sekitar tengah malam, si pelaku-nya itu nunggu sampai pasiennya agak sadar sekitar jam 4 pagi. Terus habis cross match itu pasiennya ngeluh kok yang sakit bukan cuma tangan bekas akses IV, tetapi di kemaluan juga sakit."
Korban kemudian menjalani visum di dokter spesialis kandungan. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya bekas sperma, menguatkan dugaan pemerkosaan.
Unpad Mengecam Keras
Unpad angkat bicara terkait dugaan pemerkosaan yang dilakukan Priguna. "Unpad dan RSHS mengecam keras segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, yang terjadi di lingkungan pelayanan kesehatan dan akademik," kata Dekan FK Unpad Yudi Hidayat dalam keterangan tertulis yang diterima detikJabar.
Yudi menegaskan jika pihaknya dan RSHS akan terus mengawal kasus ini. Tindakan tegas akan diambil Unpad.
"Unpad dan RSHS berkomitmen untuk mengawal proses ini dengan tegas, adil, dan transparan, serta memastikan tindakan yang diperlukan diambil untuk menegakkan keadilan bagi korban dan keluarga serta menciptakan lingkungan yang aman bagi semua," ungkapnya.
Kronologi Peristiwa
Berbagai barang bukti ditampilkan polisi dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Ditreskrimum Polda Jabar, Rabu.
"Penyidik juga telah mengamankan sejumlah barang bukti terdiri dari 2 buah infus full set, kemudian 2 buah sarung tangan, 7 buah suntikan, 12 buah jarum suntik, 1 buah kondom, dan beberapa obat-obatan," kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan.
Selain itu, pakaian yang digunakan korban juga turut diamankan sebagai barang bukti dalam kasus ini.
Hendra membeberkan kronologi peristiwa itu. Awalnya, tersangka meminta korban untuk diambil darah. Dia membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7 RSHS Bandung pada 18 Maret 2025 pukul 01.00 WIB.
Setelah sampai di Gedung MCHC, tersangka meminta korban untuk mengganti pakaian dengan baju operasi warna hijau, lalu diminta untuk melepas baju dan celananya. Pada saat itu tersangka memasukan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban kurang lebih 15 kali.
"Kemudian tersangka menghubungkan jarum tersebut ke selang infus, setelah itu tersangka menyuntikkan cairan bening ke selang infus tersebut dan beberapa menit kemudian korban merasakan pusing lalu tidak sadarkan diri," ungkapnya.
"Setelah sadar korban diminta untuk mengganti pakaian kembali. Setelah kembali ke ruang IGD korban baru sadar bahwa pada saat itu sudah pukul 04.00 WIB," tambah Hendra.
Menyadari ada hal janggal, korban pun menceritakan kejadian ini kepada ibunya. "Lalu korban bercerita kepada ibunya bahwa tersangka mengambil darah dengan 15 kali percobaan dan memasukkan cairan bening ke dalam infus yang membuat korban tidak sadarkan diri dan kemudian saat korban buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu," pungkasnya.
(hsa/hsa)