PT Jimbaran Hijau Bantah Kuasai Tanah Adat dengan Cara Tidak Sah

PT Jimbaran Hijau Bantah Kuasai Tanah Adat dengan Cara Tidak Sah

Sui Suadnyana - detikBali
Kamis, 06 Feb 2025 22:34 WIB
Kuasa hukum PT Jimbaran Hijau, Agus Samijaya. (Dok. pribadi)
Foto: Kuasa hukum PT Jimbaran Hijau, Agus Samijaya. (Dok. pribadi)
Badung -

PT Jimbaran Hijau melalui kuasa hukumnya, Agus Samijaya, membantah pernyataan warga yang tergabung dalam Kesatuan Penyelamatan Tanah Adat (Kepet Adat) Jimbaran yang menyatakan perusahaan tersebut mendapatkan tanah dengan cara tidak sah. Agus menyebut jika pernyataan tersebut menyesatkan.

"Bahwa tidak benar keterangan dan pernyataan-pernyataan dari saudara I Wayan Bulat maupun saudara I Nyoman Wirama Cs dengan mengatasnamakan diri Kepet Adat Jimbaran yang menyatakan terdapat tanah hak milik perseorangan dan atau tanah milik (druwe) Desa Adat Jimbaran dengan luas 280 ha dan lain-lain yang telah dirampas oleh PT Jimbaran Hijau dengan cara-cara melawan hukum," kata Agus dalam keterangan tertulis kepada detikBali, Kamis (6/2/2025).

Agus memastikan dan menjamin seluruh tanah-tanah yang dimiliki dan atau dikuasai PT Jimbaran Hijau telah diperoleh dengan cara yang benar dan sah sesuai prosedur hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Jika itu tidak benar, mengapa hal tersebut baru dipersoalkan sekarang," tanya Agus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agus menilai pernyataan yang dilontarkan I Wayan Bulat dan I Nyoman Wirama cs merupakan reaksi jurus mabuk. Sebab, I Wayan Bulat telah dilaporkan ke Polda Bali karena melakukan tindak pidana penganiayaan.

Menurut Agus, I Wayan Bulat telah divonis bersalah sebagai terpidana dan dijatuhi penjara karena menganiaya chief security PT Jimbaran Hijau. Hal itu tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar Nomor 721/Pid.B/2021/PN. Dps tanggal 30 September 2021.

ADVERTISEMENT

Selain itu, Agus mengungkapkan, yang bersangkutan juga menjalani proses hukum di Polresta Denpasar sebagai tersangka atas laporan sekuriti PT Jimbaran Hijau akibat memasuki pekarangan tanpa izin dan atau memakai tanah milik orang lain tanpa izin atau tanpa hak. Kasus itu bergulir sesuai Laporan Polisi (LP) Nomor LP/B/100/II/2022/SPKT/Satreskrim Polresta Denpasar tanggal 22 April 2022.

"Dengan laporan yang substansinya sama yang bersangkutan juga saat ini sedang menjalani proses hukum di Polda Bali sebagai terlapor akibat yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana memasuki pekarangan tanpa izin dan atau memakai tanah milik orang lain tanpa izin atau tanpa hak sebagaimana laporan Polisi Nomor LP/B/582/VIII/2024/SPKT/Polda Bali 14 Agustus 2024," jelas Agus.

Tak hanya I Wayan Bulat, Agus mengungkapkan I Nyoman Wirama sebagai tim pengacara Kepet Adat Jimbaran juga tengah diproses hukum di Polda Bali karena diduga memalsukan surat seorang warga Desa Adat Jimbaran. Surat tersebut telah digunakan untuk mengajukan gugatan kepada pihak PT Jimbaran Hijau. Kasus I Nyoman Wirama bergulir sesuai LP Nomor LP / B / 725 / X / 2024 / SPKT / POLDA BALI tanggal 19 Oktober 2024.

Agus juga mengungkapkan jika sengketa kepemilikan objek tanah, baik secara kelompok maupun dari masing-masing perorangan anggota dari kelompok yang menamakan diri Kepet Adat Jimbaran, telah disengketakan di pengadilan. Sengketa telah diputus PN Denpasar yang sebagian besar telah berkekuatan hukum tetap.

"Namun karena mereka tidak puas dengan hasil putusan Pengadilan Negeri Denpasar, kemudian mereka mengajukan kembali dengan gugatan baru yang saat ini sedang diperiksa di Pengadilan Negeri Denpasar dengan mencoba meraih simpati publik dengan mengatasnamakan Kepet Adat (Jimbaran)," tutur Agus.

Masalah pemilikan dan penguasaan PT Jimbaran Hijau di PN Denpasar yang sedang diproses hukum di PN Denpasar sudah memasuki agenda persidangan. "Kami memohon kepada semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Dan mari kita tunggu hasil putusan dari persidangan yang sedang berjalan tersebut," ajak Agus.

Diberitakan sebelumnya, masyarakat Jimbaran yang tergabung dalam Kesatuan Penyelamat Tanah Adat (Kepet Adat) mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali. Mereka meminta tanah yang telah dihuni secara turun-temurun oleh masyarakat adat agar dikembalikan. Pasalnya, tanah tersebut saat ini berstatus Hak Guna Bangunan (HGB) yang diserahkan oleh investor.




(iws/dpw)

Hide Ads