Pimpinan Ponpes, Anaknya, dan Ustaz yang Cabuli-Setubuhi 4 Santriwati Ditahan

Lombok Barat

Pimpinan Ponpes, Anaknya, dan Ustaz yang Cabuli-Setubuhi 4 Santriwati Ditahan

Sui Suadnyana, Ahmad Viqi - detikBali
Sabtu, 28 Des 2024 13:45 WIB
Pimpinan ponpes, anaknya, dan ustaz tersangka pencabulan dan persetubuhan santriwati di Lombok Barat, NTB, ditahan polisi, Sabtu (28/12/2024). (Ahmad Viqi/detikBali)
Foto: Pimpinan ponpes, anaknya, dan ustaz tersangka pencabulan dan persetubuhan santriwati di Lombok Barat, NTB, ditahan polisi, Sabtu (28/12/2024). (Ahmad Viqi/detikBali)
Lombok Barat -

Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) HF di Kecamatan Lembar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), berinisial HS, ditahan polisi. HS ditahan bersama anaknya, WM, dan ustaz berinisial AM seusai mencabuli dan menyetubuhi empat santriwatinya.

Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Lombok Barat, Ipda Dhimas Prabowo, mengatakan ketiganya ditahan setelah ditetapkan tersangka pada 11 Desember 2024.

"Ya ketiga tersangka sudah kami tahan. Tinggal kami limpahkan berkasnya tanggal 30 Desember 2024 ke jaksa," kata Dhimas, Sabtu (28/12/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Dhimas, peristiwa pencabulan dan persetubuhan itu terjadi di kediaman HS yang berada di halaman ponpes. Kejadian pencabulan itu terjadi dalam waktu yang berbeda.

"Jadi HS ini tidak melakukan persetubuhan. Hanya anaknya inisial WM yang melakukan persetubuhan kepada korban," kata Dhimas.

ADVERTISEMENT

WM melakukan persetubuhan terhadap santriwati pada November 2023. WM menyetubuhi korban di dalam kamarnya yang berdekatan dengan kamar orang tuanya, HS.

"Jadi korban persetubuhan ini satu orang dan korban pencabulan itu ada tiga orang. Sementara yang sudah dimintai keterangan," terang Dhimas.

Berdasarkan hasil visum, korban mengalami luka robek di bagian kemaluannya. Selain disetubuhi, korban juga sempat dicabuli orang tua WM yang tidak lain adalah pimpinan ponpes tempatnya belajar.

Dhimas mengatakan dua tersangka pencabulan HS dan AM diancam Pasal 76E juncto Pasal 82 ayat (1) dan (2) Undang-Undang (UU) 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sementara HS dijerat pasal tambahan, yakni Pasal 64 di undang-undang yang sama karena korbannya lebih dari satu.

Kedua tersangka HS dan AM diancam hukuman minimal lima tahun maksimal 15 tahun penjara. "Karena HS dan AM tenaga pendidik, maka ancaman hukuman ditambah 1/3 ancaman pertama," tegas Dhimas.

Kemudian, WM yang menjadi tersangka persetubuhan dan pencabulan dijerat Pasal 76D juncto Pasal 81 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 76E juncto Pasal 82 ayat (1) UU Nomor 35 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman minimal 5 tahun maksimal 15 tahun penjara.

Diberitakan sebelumnya, tiga orang termasuk pimpinan sebuah ponpes di Kecamatan Lembar, Lombok Barat, NTB, ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerkosaan terhadap empat santriwati. Ketiganya adalah AM (pimpinan ponpes), D (anak AM), dan seorang ustaz berinisial WM.

Penetapan tersangka ini berdasarkan surat nomor: S.Tap/101/XII/RES.1.24/2024 Reskrim Polres Lombok Barat.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, mengonfirmasi bahwa para tersangka diduga memerkosa empat santriwati yang menempuh pendidikan di ponpes tersebut.

"Tersangka tiga orang. Ada pimpinan pondok, anaknya pimpinan pondok sama ada ustaz," kata Joko, Senin (23/12/2024).

"Salah satu korban sudah disetubuhi. Korban adalah santriwati tingkat Aliyah (setara SMA) dan Tsanawiyah (setara SMP)," imbuhnya.

Bahkan, kata Joko, ada satu korban dengan dua pelaku yang sama. Menurut Joko, modus para tersangka adalah meminta korban untuk menjaga anggota keluarga pelaku yang sakit secara bergiliran di lingkungan ponpes. Saat itulah para pelaku melancarkan aksi bejatnya.

"Di situlah kemudian, terjadi persetubuhan dan pencabulan. Satu (sudah disetubuhi). Ada satu korban yang dengan dua pelaku. Ada pelaku dengan korban yang sama," jelas Joko, yang juga merupakan akademisi Universitas Mataram itu.

Setelah menerima laporan dari keluarga korban, LPA Mataram memberikan pendampingan kepada para korban, termasuk saat memberikan keterangan kepada pihak kepolisian.

"Jadi, awal mula keluarga korban yang hubungi LPA minta pendampingan karena ada kasus ini," ujarnya.




(iws/iws)

Hide Ads