Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, mengungkapkan korban pelecehan atau kekerasan seksual cenderung sulit mencari pertolongan. Hal itu seperti yang dialami oleh korban pelecehan seksual yang dilakukan pria difabel di Mataram, IWAS.
Menurut Reza, IWAS memanfaatkan keterbatasannya sehingga terlihat lemah dan akhirnya menumbuhkan kepercayaan dari korbannya. "Penyandang disabilitas yang berhasil memainkan siasat psikologis itu memanfaatkan keterbatasan dirinya untuk menumbuhkan kepercayaan dari target, sehingga si pelaku ini mempunyai power," jelasnya, Rabu (4/12/2024).
Tumbuhnya kepercayaan dari korban, Reza melanjutkan, membuat korban ketergantungan. Walhasil, korban yang mengalami pelecehan seksual enggan bercerita dan tak berdaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akan sangat sulit bagi yang bersangkutan (korban) untuk mencari pertolongan karena ego strength atau residensinya lemah akibat ketakutan yang berkepanjangan," papar Reza. "Ketidak percayaan dia (korban) dengan penegakan hukum, beranggapan akan kalah berhadapan dengan pelaku hingga cemas tidak akan mendapatkan dukungan dari masyarakat," imbuh Reza.
Reza menambahkan masih terdapat kesalahpahaman di masyarakat terkait penyandang disabilitas. Banyak yang beranggapan pelaku kekerasan seksual adalah orang yang brutal. Sedangkan pria difabel seperti IWAS tidak berdaya melakukan kejahatan.
"Ketika imajinasi tentang kekerasan seksual yang keliru itu digabung dengan anggapan-anggapan tentang penyandang disabilitas yang juga keliru tersebut, muncul pertanyaan bagaimana mungkin penyandang disabilitas bisa melakukan kekerasan seksual," tutur Reza.
Sebelumnya, Polda NTB menetapkan IWAS sebagai tersangka pelecehan seksual terhadap mahasiswi, MA. Belakangan terungkap jumlah korban pelecehan disinyalir terus bertambah
Artikel ini ditulis oleh Ni Komang Nartini peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(gsp/hsa)