Polda NTT menjelaskan perihal penjemputan paksa terhadap Ipda Rudy Soik di rumahnya di Kelurahan Bakunase II, Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang, petang tadi. Polisi yang baru mendapatkan vonis dipecat itu dijemput paksa karena masalah disiplin.
"Proses penanganan itu adalah putusan perkara sidang disiplin yang menetapkan 14 hari dipatsus oleh atasan yang berhak menghukum. Karena yang bersangkutan mengajukan keberatan, tapi ditolak oleh tim yang terdiri dari Irwasda, Bidpropam, dan Kabidkum Polda NTT," ugkap Kabid Propam Polda NTT Kombes Robert Anthoni Sormin saat konferensi pers di Mapolda NTT, Senin (21/10/2024) malam.
Sormin menjelaskan rentan waktu yang disampaikan Rudy sudah lewat batas terakhir, yaitu 23 Oktober 2024. Sehingga tidak boleh ada keterlambatan dalam mekanisme pengajuan keberatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menegaskan kedatangan provos ke rumah Rudy, bukan terkait PTDH atau pemecatan, tetapi putusan sidang disiplin yang memutuskan Rudy dipatsus selama 14 hari karena tidak masuk kantor selama dua hari. Namun, Rudy belum menjalani hukuman tersebut.
Sormin membantah klaim kuasa hukum Rudy yang menyebut provos yang hendak menjemput Rudy tak mengantongi surat perintah penangkapan. Dia juga meluruskan jumlah anggota provos yang ke sana bukan 20 melainkan hanya 9 personel..
"Anggota yang ke sana hanya berjumlah 9 orang, bukan 20 orang ya. Mereka juga membawa surat perintah penangkapan yang sudah ditunjukkan kepada yang bersangkutan. Jadi pemberitaan bilang tidak ditunjukkan surat, itu bohong," jelas Sormin.
Penunjukan surat penolakan pengajuan keberatan, Sormin berujar, bukan hak Rudy, tetapi kewenangan dari tim Polda NTT. Sehingga penjemputan paksa merupakan tindak lanjut dari putusan disiplin sebelumnya.
"Itu karena meninggalkan tugas selama dua hari tanpa izin ke luar wilayah NTT pada saat dia diperiksa sebagai terduga pelanggar," tegas Sormin.
Kabid Humas Polda NTT, Kombes Ariasandy, mengatakan saat ini Rudy masih dinyatakan sebagai polisi aktif. Sebab, belum ada SKEP yang menyatakan Rudy sudah dipecat.
"Sampai saat ini dia masih berstatus anggota Polri. Sehingga dia wajib tunduk dan patuh terhadap aturan yang berkaitan dengan Polri," tegas Ariasandy.
Dia menambahkan, anggota yang ke sana pun hanya 9 orang dengan membawa surat perintah lengkap dan menunjukan kepada Rudy dengan cara yang sopan sesuai aturan. Namun, Rudy menolak.
"Tadi ada pertimbangan-pertimbangan tertentu, makanya anggota tidak langsung membawanya. Kami menghindari adanya kontra produktif yang kemudian muncul peristiwa baru lalu merugikan kita bersama," pungkas Ariasandy.
Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum Ipda Rudy Soik, Ferdy Maktaen, menyebut anggota Provos Polda NTT yang menjemput paksa kliennya tak dibekali surat perintah penangkapan. Hal itu dinilai sebagai tindakan yang tak manusiawi.
"Saya minta agar Polda NTT lebih manusiawi. Kalau ada surat perintah terhadap klien kami, pasti dia kooperatif. Ini tiba-tiba datang dengan banyak pasukan, kan kami bingung," ujar Ferdy, Senin (21/10/2024) malam.
Ferdy menjelaskan alasan penjemputan paksa itu karena Rudy tidak masuk kantor selama dua hari. Menurutnya, upaya tersebut merupakan akumulasi ketidakpuasan Kapolda NTT, Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga, terhadap isu pemasangan garis polisi dan penyelidikan BBM ilegal yang dilakukan oleh Rudy.
Ferdy menilai, penjemputan paksa itu merupakan upaya kriminalisasi dan pembungkaman terhadap Rudy ketika mau membongkar mafia BBM.
"Hari ini kita dipertontonkan sebuah drama bahwa anggota yang tidak masuk dua hari dijemput paksa oleh Polda NTT. Saya minta Kapolri segera atensi kasus ini," ucapnya.
(dpw/iws)