Polda NTT Akan Tangkap Paksa Ipda Rudy Soik untuk Dipatsus 14 Hari

Polda NTT Akan Tangkap Paksa Ipda Rudy Soik untuk Dipatsus 14 Hari

Sui Suadnyana, Yufengki Bria - detikBali
Selasa, 22 Okt 2024 08:11 WIB
Sejumlah petugas provos Polda NTT, saat mendatangi rumah Ipda Rudy Soik di Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang, NTT, Senin (21/10/2024).
Foto: Sejumlah petugas provos Polda NTT, saat mendatangi rumah Ipda Rudy Soik di Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang, NTT, Senin (21/10/2024). (Yufengki Bria/detikBali)
Kupang -

Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) akan menggunakan upaya paksa menangkap Ipda Rudy Soik untuk dipatsus selama 14 hari. Polda NTT mengeklaim hal itu sesuai perintah atasan yang berhak menghukum (ankum).

"Seharusnya begitu (langsung dipatsus selama 14 hari) sesuai perintah yang ada," ujar Kabid Humas Polda NTT, Kombes Ariasandy, saat konferensi pers di Mapolda NTT, Senin (21/10/2024) malam.

Ariasandy menjelaskan eks KBO Satreskrim Polresta Kupang Kota itu dalam tahun ini terjerat limas perkara, yaitu tiga kasus disiplin dan dua kasus kode etik. Kasus kode etik itu berkaitan dengan putusan demosi selama tiga tahun ke luar wilayah NTT dan berkaitan dengan PTDH. Sedangkan kasus disiplin, yaitu meninggalkan tugas tanpa izin selama dua hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hukuman disiplin dengan patsus selama 14 hari belum dilaksanakan hingga saat ini. Jadi saya tegaskan lagi, anggota provos yang turun sudah dilengkapi dengan surat perintah, aturan dan tata cara yang diperbolehkan oleh aturan berkaitan kegiatan di lapangan," jelas Ariasandy.

Dia menegaskan upaya yang dilakukan provos adalah untuk menertibkan anggota polri yang terikat oleh aturan dalam institusi. Sebab, Ariasandy berujar, Rudy masih berstatus sebagai polisi aktif.

"Yang namanya polisi tugasnya masuk kantor, ya masuk kantor tanpa alasan karena belum ada SKEP terhadap yang bersangkutan," tegas Ariasandy.

Kabid Propam Polda NTT, Kombes Robert Anthoni Sormin, mengatakan Polda NTT tetap melaksanakan perintah atasan tanpa alasan. Sehingga penahanan tetap dilaksanakan secara tegak dan tegas.

"Apa pun alasannya, kami tetap melaksanakan perintahnya. Kalau juga yang bersangkutan tidak datang, saya tegas mengatakan akan melaksanakan perintah atasan ankum," tandas Sormin.

Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum Ipda Rudy Soik, Ferdy Maktaen, menyebut anggota Provos Polda NTT yang menjemput paksa kliennya tak dibekali surat perintah. Hal itu dinilai sebagai tindakan yang tak manusiawi.

"Saya minta agar Polda NTT lebih manusiawi. Kalau ada surat perintah terhadap klien kami, pasti dia kooperatif. Ini tiba-tiba datang dengan banyak pasukan, kan kami bingung," ujar Ferdy, Senin (21/10/2024) malam.

Ferdy menjelaskan alasan penjemputan paksa itu karena Rudy tidak masuk kantor selama dua hari. Menurutnya, upaya tersebut merupakan akumulasi ketidakpuasan Kapolda NTT, Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga, terhadap isu pemasangan garis polisi dan penyelidikan bahan bakar minyak (BBM) ilegal yang dilakukan Rudy.

Ferdy menilai, penjemputan paksa itu merupakan upaya kriminalisasi dan pembungkaman terhadap Rudy ketika mau membongkar mafia BBM.

"Hari ini kita dipertontonkan sebuah drama bahwa anggota yang tidak masuk dua hari dijemput paksa oleh Polda NTT. Saya minta kapolri segera atensi kasus ini," ucapnya.

Ferdy menyayangkan tindakan Polda NTT yang makin arogan. Dia menyebut Polda NTT tak mengikuti aturan kapolri terhadap putusan yang diberikan kepada Rudy. Padahal keberatan yang telah diajukan tidak ada keputusan dan diberikan kepada Rudy.

"Tiba-tiba langsung datang jemput. Mirisnya hanya dua hari tidak masuk kantor saja langsung mau jemput paksa untuk ditahan. Kasihan sekali. Putusan sampai hari ini tidak dikantongi oleh klien kami," ungkap Ferdy.

Ferdy akan melaporkan Polda NTT ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Menurut dia, aksi para provos itu membuat keluarga, istri, dan anak-anak Rudy trauma.

"Ini anak-anak pada trauma. Bayangkan saja anak-anak Pak Rudy menangis di belakang rumah. Ini membuat mental anak terganggu. Kami akan laporkan mereka ke Komnas HAM," tegas Ferdy.




(iws/hsa)

Hide Ads