Denpasar

Polda Bali Bongkar Sindikat Registrasi Kartu SIM-Kode OTP Ilegal, 12 Orang Ditangkap

Ida Bagus Putu Mahendra - detikBali
Rabu, 16 Okt 2024 14:42 WIB
Rilis kasus registrasi kartu SIM dan penjualan kode OTP ilegal oleh Polda Bali, Rabu (16/10/2024). (Foto: Ida Bagus Putu Mahandra/detikBali)
Denpasar -

Direktorat Reserse Siber (Ditressiber) Polda Bali membongkar sindikat yang melakukan registrasi kartu SIM dan penjualan kode one-time password (OTP) secara ilegal. Polisi menangkap 12 orang tersangka dalam kasus ini.

"Pengungkapan tindak pidana registrasi kartu SIM secara ilegal dan penjualan kode OTP. Dari hasil pengembangan, Ditressiber sudah mengamankan sebanyak 12 tersangka," ungkap Kabid Humas Polda Bali Kombes Jansen Avitus Panjaitan dalam jumpa pers di Mapolda Bali, Rabu (16/10/2024).

Para tersangka yang ditangkap itu memiliki peran masing-masing. Mulai dari pria berinisial DBS selaku CEO, kemudian lainnya sebagai manajer, kepala sortir, kepala produksi, hingga marketing.

Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya aktivitas judi online di sebuah rumah di Jalan Sakura, Denpasar. Petugas kemudian menyambangi rumah tersebut pada Rabu (9/10). Namun, petugas disebut tak menemukan adanya aktivitas judi online.

Direktur Reserse Siber (Dirressiber) Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candara menerangkan petugas justru menemukan adanya aktivitas registrasi SIM Card secara ilegal dan penjualan kode OTP.

"Setelah kami datangi, ternyata bukan tempat perjudian online. Tapi tempat produksi, registrasi kartu SIM secara ilegal," ujar AKBP Ranefli.

Petugas langsung mengamankan DBS, selaku pemilik rumah dan sejumlah barang bukti. Setelah melakukan pengembangan, petugas mengetahui Tempat Kejadian Perkara (TKP) selanjutnya yang berada di Jalan Gatot Subroto I, Perumahan Taman Tegeh Sari, Denpasar. Lokasi ini, digunakan para pelaku untuk memasarkan kode OTP secara daring atau online.

Polisi mengamankan berbagai barang bukti mulai dari 168 modem pool, puluhan unit laptop, ratusan ribu kartu SIM, hingga uang tunai sebesar Rp 250 juta.

AKBP Ranefli menerangkan, DBS dan sindikatnya mendapat data pribadi orang lain melalui situs gelap atau dark web. Data pribadi berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK) itu yang digunakan untuk registrasi kartu SIM.

Bermula dari tahun 2022 lalu, pembelian data pribadi berupa itu terus berkembang. Bahkan, DBS dan sindikatnya membeli 300.000 NIK seharga Rp 25 juta.

SIM Card yang telah teregistrasi itu dijual dalam bentuk kode OTP. Penjualan kode OTP dengan kedok pembuatan akun sejumlah aplikasi. DBS dan komplotannya kemudian akan membantu pembuatan akun pada aplikasi tertentu, kemudian mendapatkan koder OTP dari SIM yang teregistrasi pakai data pribadi yang curi itu.

"Dijual melalui situs yang dibuat oleh tersangka DBS. Tidak menjual fisik. Jadi SIM card bisa menjadi beberapa kode OTP. Setelah itu fisiknya dihancurkan di mesin penghancur. Jadi tidak ada bukti fisik yang dijual ke masyarakat," jelas eks Wadirreskrimsus Polda Bali itu.

Harga yang dipatok DBS cukup bervariatif. Pihak DBS hanya memotong deposit pembeli sebesar Rp 500 untuk tiap akun aplikasi. Sementara akun WhatsApp, dipatok Rp 5.000.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan pasal berlapis yakni Pasal 65 ayat (3) dan Pasal 67 ayat (3) UU Perlindungan Data Pribadi dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.

Kemudian Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (1) UU ITE dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar.



Simak Video "Video: Sosok 3 Pelaku Penembakan WN Australia di Bali"

(dpw/dpw)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork