Penyidik Satreskrim Polresta Mataram mengancam akan menjemput paksa penyewa alat berat, Fendy, pada kasus dugaan korupsi di Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Lombok pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nusa Tenggara Barat (NTB). Alasannya, selama ini Fendy mengindahkan panggilan klarifikasi.
Panggilan pertama di tahap penyidikan akan dilakukan pada Senin (14/10/2024). "Kalau dalam penyidikan ini yang bersangkutan (Fendy) tidak mengindahkan tiga kali panggilan penyidik, sesuai prosedur, kami akan melakukan upaya paksa agar yang bersangkutan hadir ke hadapan penyidik," kata Kasatreskrim Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama, Kamis (10/10/2024).
Untuk tahap penyelidikan, Yogi mengungkap penyidik sudah mengundang Fendy untuk memberikan klarifikasi. Namun, hingga empat kali melayangkan undangan klarifikasi, Fendy tidak juga hadir.
"Yang kemarin (tahap penyelidikan) sempat kami klarifikasi, yang bersangkutan ada (tanggapan). Tetapi, setelah kami undang untuk hadir klarifikasi, tidak pernah hadir. Empat kali kami undang, tidak pernah hadir," ucap dia.
Yogi menerangkan penanganan perkara dugaan korupsi sewa alat berat itu naik ke tahap penyidikan terhitung Rabu (9/10/2024) sesuai hasil gelar perkara di Polda NTB. Peningkatan status penanganan perkara ini sudah sesuai prosedur terkait adanya temuan indikasi perbuatan melawan hukum yang mengarah ke pidana korupsi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sedikitnya sudah ada dua alat bukti yang ditemukan sehingga disepakati perkara ini naik ke tahap penyidikan," ujarnya.
Salah satu alat bukti tersebut berkaitan dengan adanya potensi kerugian keuangan negara senilai Rp 3 miliar. Nilai itu muncul dalam periode sewa pada 2021 sampai pada Juli 2024.
"Potensi kerugian ini dilihat dari nilai sewa per hari. Untuk nilai pastinya, kami akan tunggu langkah audit dari inspektorat. Soal audit, kami akan koordinasi dengan Inspektorat NTB," kata dia.
Sebelumnya, Penyidik Polresta Mataram masih mempelajari sejumlah dokumen terkait dugaan korupsi sewa alat berat di Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok bawah naungan Dinas PUPR NTB.
Dalam dokumen yang diterima penyidik dari Dinas PUPR NTB disebutkan bahwa alat berat yang disewa berupa ekskavator, mesin pengaduk semen, dan truk jungkit.
Kerugian akibat dugaan korupsi penyewaan alat berat ini ditaksir mencapai Rp 1,5 miliar. Selain menimbulkan kerugian keuangan, beberapa proyek Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok tersendat karena kekurangan alat berat.
(nor/hsa)