Sidang putusan sengketa lahan pembangunan Jalan Lingkar Selatan (JLS) di Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Bali, ditunda. Mulanya, sidang dengan agenda pembacaan putusan ini direncanakan berlangsung pada Senin (5/8/20247 pukul 13.00 Wita. Alasan penundaan sidang lantaran putusan majelis hakim belum siap.
Humas Pengadilan Negeri (PN) Denpasar Gede Putra Astawa yang dikofirmasi menjelaskan sidang akan digelar kembali pada Senin (19/8/2024).
"Sidangnya ditunda karena majelis hakim belum selesai menyusun putusan. Maka sidang ditunda ke tanggal 19 Agustus (2024)," ujar Astawa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Astawa mengatakan sidang putusan perkara perdata dilakukan melalui e-Court. Sistem ini memungkinkan para pihak untuk tidak hadir ke persidangan dan dapat mengunduh putusan melalui aplikasi tersebut.
Putusan itu, dia melanjutkan, paling lambat dapat diunduh oleh para pihak satu hari setelah putusan dibacakan. "Semua putusan perkara perdata, putusannya dilakukan secara e-Court. Para pihak tidak perlu hadir ke persidangan tetapi dia bisa men-download putusannya lewat e-Court," bebernya.
Diketahui, pembangunan JLS Badung digugat oleh sejumlah warga. Ada enam warga yang melakukan gugatan. Mereka adalah I Wayan Kamar, I Made Pintu, I Made Mendra, I Made Lama, I Wayan Agun Juniantara, dan I Ketut Sudana.
Gugatan itu terdaftar di PN Denpasar pada Selasa (2/1/2024). Mereka, menggugat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Badung.
Pada pokoknya, mereka menuntut ganti rugi atas tanah yang diklaim miliknya sebagai imbas dari proyek JLS. Total besaran ganti rugi mencapai Rp 39 miliar.
Kuasa hukum para penggugat, I Ketut Rinata, mengeklaim lahan yang terkena imbas proyek JLS adalah lahan milik kliennya. Sehingga, dia mengajukan gugatan untuk ganti rugi.
"Lahan yang dipakai jalan itu memang dulu adalah milik klien kami, makanya kami mengajukan gugatan ganti rugi," ujarnya saat dihubungi detikBali, Senin.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Badung Ida Bagus Surya Suamba menegaskan pembebasan lahan berlangsung pada 2018. Pemkab Badung selama ini selalu berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Badung dalam pembebasan lahan.
"Hasil cek, tanah yang dimohon dalam gugatan itu tidak masuk dalam daftar nominatif. Artinya jalan tanah itu tidak berada di atas hak milik atau itu tanah negara," jelas Suamba dalam keterangannya, Minggu (4/8/2024).
Atas dasar itulah, pemerintah tidak bisa memberikan ganti rugi atas lahan yang diklaim sebagai hak milik tersebut. Pihaknya kembali menegaskan tanah yang diajukan gugatan tidak berada di atas hak milik.
Pemkab Badung pasti membayar tanah masyarakat yang terimbas proyek dengan satu catatan ada sertifikat.
"Pada saat pembebasan kami libatkan BPN. Dasar kami membayar tanah masyarakat lewat data autentik di BPN. Jadi dasar kami membayar itu tidak ada. Ada objek tanah, tetapi subjeknya siapa, itu yang tidak ada supaya tidak jadi temuan nanti," Suamba.
(hsa/dpw)