Aksi premanisme diduga dilakukan oleh ormas yang menamakan diri Patriot Garuda Nusantara (PGN) di Denpasar, Bali. Berdalih menegakkan peraturan gubernur, mereka membubarkan paksa acara Forum Air untuk Rakyat oleh Pro Demokrasi (Prodem) dan pemerhati lingkungan lain di Hotel Oranjje, Jalan Hayam Wuruk.
Forum Air untuk Rakyat atau People's Water Forum (PWF) merupakan forum tandingan dari World Water Forum (WWF) yang digelar di Nusa Dua, Bali. Namun, acara diskusi ini dibubarkan paksa oleh PGN, Senin (20/5/2024). Mereka juga disebut mengintimidasi peserta forum itu.
Puluhan orang yang memakai penutup masker, kacamata hitam, dan helm merangsek masuk ke lokasi acara. Mereka mendesak acara itu dihentikan. Poster dan spanduk di dalam gedung diturunkan secara paksa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
LBH Bali mengecam tindakan premanisme itu. Mereka bahkan menyebut ada pembiaran oleh aparat negara.
"Negara juga turut membiarkan tindakan melawan hukum oleh ormas yang merampas properti agenda, dan melakukan kekerasan dalam pelaksanaan PWF 2024," kata Ignatius Rhadite dari LBH Bali melalui keterangan persnya yang diterima detikBali, Selasa (21/5/2024).
Setelah aksi penggerudukan sore kemarin, kata Iganatius, negara diduga kembali melakukan tindakan pelanggaran HAM atas peristiwa peretasan handphone yang dialami oleh Direktur LBH Bali dan Koordinator Prodem Bali.
Perlu diketahui kedua aktivis tersebut merupakan bagian dari organisasi masyarakat sipil yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan PWF di Bali. Sebuah agenda untuk merespons dan memberi kritik terhadap pelaksanaan WWF.
Pada tanggal 20 Mei 2024, Kepanitiaan PWF 2024 mengeluarkan beberapa siaran pers, di mana kedua orang tersebut merupakan kontak person yang tercantum dalam rilis yang disebar.
Siaran pers tersebut kurang lebih berisi mengenai kritik terhadap pelaksanaan WWF, dan kritik terhadap intimidasi, kekerasan, serta upaya pembubaran oleh ormas. Namun, tidak lama berselang handphone kedua orang tersebut diretas.
"Peristiwa tersebut sekali lagi menegaskan bahwa negara tidak segan melakukan pelanggaran HAM terhadap rakyatnya, demi melancarkan agenda kepentingan pemodal, dan mengamankan investasi," tegasnya.
Polda Bali Buka Suara
Polda Bali buka suara terkait dugaan aksi premanisme tersebut. Kabid Humas Polda Bali Kombes Jansen Avitus Panjaitan mengungkapkan masalah itu masih didalami.
"Kami masih dalami dan belum tahu pasti apa masalahnya dan siapa-siapa yang miskomunikasi," kata Jansen dikonfirmasi detikBali, Selasa (21/5/2024).
Jansen juga menduga, masalah ini karena tidak dicerna dengan baik oleh dua kelompok tersebut. Dia menyebut kegiatan di Hotel Oranjje itu belum mendapat izin dari pihak berwajib.
"Karena sampai saat ini belum ada laporan resmi kepada kepolisian," imbuhnya.
Sebelumnya, salah seorang pentolan ormas PGN, Pariyadi, beralasan pembubaran acara Forum Air untuk Rakyat berdasarkan Peraturan Gubernur Bali.
"Peraturan Gubernur melarang kegiatan seperti ini. Kami Patriot Garuda Nusantara menolak adanya kegiatan dan ini sudah tidak benar," ujar Pariyadi.
Dia sempat berdiskusi dengan perwakilan Prodem sekitar 10 menit. Pariyadi tetap ngotot meminta diskusi bubar. PGN akhirnya meninggalkan lokasi acara, tapi mereka mengancam akan kembali datang jika acara berlanjut.
Salah seorang fasilitator sekaligus narasumber acara Forum Air untuk Rakyat, Nyoman Mardika, menghampiri Pariyadi dan mengajak diskusi.
"Saya menghormati (Pj Gubernur Bali Mahendra), saya akan berdiskusi dengan beliau sebagai orang Bali, sebagai orang Indonesia dan sebagai pejabat yang kita hormati," ujar Mardika kepada Pariyadi.
Mardika menyatakan tetap akan melanjutkan acara ini sampai selesai sesuai kesepakatan awal. Menurut dia, acara ini merupakan bagian dari proses demokrasi.
"Hal-hal positif yang ada di WWF kami apresiasi. Tapi hal-hal yang harus kita kritisi, wajib kita kritisi. Ini bagian dari proses demokrasi yang kita sudah sepakati bersama," ujarnya.
Mardika mengaku sudah menebak jika bakal ada intimidasi dan tekanan dari pihak-pihak tertentu. Namun, dia menegaskan tidak pernah takut untuk menyampaikan pendapat.
Mardika heran mengapa kelompok masyarakat sipil malah melarang dan intimidasi. Padahal, menurut dia perbedaan adalah hal yang wajar. Tetapi tidak perlu untuk membubarkan acara.
(dpw/dpw)