Kerusuhan dan kekacauan di Haiti makin menjadi-jadi. Mayat-mayat bergelimpangan di pinggiran Port-au-Prince, Ibu Kota Haiti.
Dilansir dari detikNews, Selasa (19/3/2024), kekerasan geng kriminal di negara itu terus berlanjut. Suasana di sana semakin mencekam setelah Perdana Menteri (PM) Ariel Henry mengundurkan diri.
Rangkaian tindak kekerasan oleh geng-geng kriminal bersenjata di Haiti selama beberapa pekan terakhir telah memicu kekacauan di negara tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warga setempat menuturkan bahwa mereka tidak mengetahui penyebab kematian dari 14 mayat yang ditemukan. Namun disebutkan bahwa area Laboule dan Thomassin, yang ada di pinggiran Petion-Ville, telah diserang oleh apa yang mereka sebut sebagai penjahat bersenjata.
Para saksi mata mengatakan bahwa anggota-anggota geng kriminal menyerang sebuah bank, sebuah pom bensin, dan rumah-rumah di area tersebut. Suara tembakan terus terdengar di area Petion-Ville hingga sore hari.
"Mereka datang mengenakan balaclava di mobil-mobil, sepeda motor, dengan ambulans mereka sendiri, lalu mereka membantai penduduk Petion-Ville," tutur salah satu penduduk setempat bernama Vincent Jean Robert, dikutip detikNews.
"Saya sedang mengendarai sepeda motor ketika mereka datang dan mulai menembaki. Kami tidak mengetahui apakah bandit atau polisi yang berada di balik ini," ucap seorang tukang ojek bernama Cadet.
Dia menduga para korban tewas adalah orang-orang yang keluar pada tengah malam untuk "mencari makanan bagi anak-anak mereka".
Di tengah tindak kekerasan pada Senin (18/3/2024) pagi, seorang hakim setempat berhasil lolos dari serangan yang melanda rumahnya.
Haiti dilanda kerusuhan dan rentetan kekerasan selama tiga pekan terakhir, yang didalangi oleh geng-geng kriminal bersenjata yang mengatakan mereka ingin menggulingkan PM Henry. Pekan lalu, PM Henry setuju mengundurkan diri yang memungkinkan pembentukan pemerintahan sementara, menyusul tekanan dari negara-negara tetangga Haiti, termasuk badan regional CARICOM dan Amerika Serikat (AS).
Situasi di negara itu masih tegang dan mengerikan bahkan ketika Washington, pada Senin (18/3/2024), menyuarakan harapan agar badan transisi yang memimpin negara tersebut, yang dibentuk dalam pertemuan krisis sepekan lalu, bisa siap 'secepatnya hari ini', meskipun belum ada pengumuman resmi.
"Saya memahami bahwa para pemangku kepentingan Haiti hampir menyelesaikan keanggotaan dan masih melakukan diskusi aktif dengan para pemimpin CARICOM sehubungan dengan pembentukan Dewan Transisi Kepresidenan," ucap juru bicara Departemen Luar Negeri AS Vedant Patel.
"Pengumuman dewan ini, kami meyakini, akan membantu membuka jalan bagi pemilu yang bebas dan adil serta pengerahan Misi Dukungan Keamanan Multinasional," sebutnya, merujuk pada pasukan yang didukung PBB dan dipimpin Kenya yang bertujuan menciptakan stabilitas di Haiti.
Dewan transisi tersebut akan beranggotakan tujuh anggota pemberi suara dan dua anggota pengamat, yang mewakili spektrum luas di Haiti dan diasporanya. Dewan itu akan bertugas menunjuk pemerintahan sementara sebelum pemilu digelar. Haiti terakhir menggelar pemilu pada tahun 2016.
(dpw/gsp)