Polda Bali memastikan kasus ucapan diduga menyinggung suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang dilakukan I Gusti Ngurah Arya Wedakarna alias AWK jalan terus. Sebelumnya, kasus tersebut membuat AWK dipecat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Bali. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian AWK.
Kelanjutan kasus dugaan pidana AWK itu ditegaskan oleh Kabid Humas Polda Bali Kombes Jansen Avitus Panjaitan.
"Masih on process. Berjalan dan berproses sesuai ketentuan yang berlaku," kata Jansen, Jumat (1/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus dugaan SARA tersebut ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali. Kepala Subdirektorat (Kasubdit) V Tindak Pidana Siber Direskrimsus Polda Bali Kompol Poltak Simbolon mengungkapkan laporan terhadap AWK masih dalam penyelidikan.
"Saat ini laporan yang ada sedang dalam penyelidikan. Masih berproses ya," kata Poltak Simbolon saat dihubungi detikBali, Jumat.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah saksi sudah diperiksa terkait kasus tersebut. "Masih pemeriksaan saksi-saksi, masih tiga saksi yang diperiksa," jelas Kasubdit V Tindak Pidana Siber Ditreskrimsus saat itu, AKBP Nanang Prihasmoko, Kamis (11/1/2024).
Selain beberapa saksi, pelapor yang bernama M Zulfikar Ramly juga sudah diperiksa.
Ramly melaporkan AWK atas frasa yang diduga mengandung ujaran kebencian dan penistaan agama yang berbau SARA melalui akun Instagram Arya Wedakarna yang melakukan siaran langsung. Ramly mencatat dari menit 04:55 sampai menit 44:27 dalam video yang diupload sendiri oleh AWK dalam akun Instagramnya. Salah satunya yang dicatat Ramly seperti kalimat berikut:
"Ganti itu, saya nggak mau yang frontline itu, saya mau gadis Bali yang kayak kamu, rambutnya kelihatan terbuka. Jangan kasih yang penutup-penutup nggak jelas, this is not middle east. Enak aja. Di Bali pakai bunga kek, pakai apa kek yang jegeg, pakai bija di sini kalau bisa sebelum tugas sembahyang di pura, bija pakai."
Ramly menilai pernyataan AWK itu menghina dan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA. Hal itu sesuai Pasal 45A ayat (2) juncto 28 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman enam tahun dan Pasal 156a KUHP.
Laporan MUI
Selain Ramli, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bali juga melapor ke Bareskrim. Laporan itu telah diterima dan teregister dengan nomor LP/B/15/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 12 Januari 2024.
"Hari ini kami melaporkan dugaan tindak pidana penistaan agama dan ujaran kebencian yang berhubungan dengan SARA," ujar Ketua Bidang Hukum MUI Bali Agus Samijaya di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (12/1/2024).
Agus mengatakan laporan tersebut dilakukan setelah adanya rapat bersama dengan MUI Provinsi Bali dan 25 ormas islam lainnya. Laporan itu dilakukan untuk meredam gejolak sosial yang ada.
"Ini merupakan amanah dari rapat bersama dengan MUI Provinsi Bali dan 25 ormas Islam dan rapat menyepakati agar kita membuat laporan pidana ke Bareskrim," sebutnya.
(hsa/dpw)