Dua terdakwa kasus korupsi pengadaan alat marching band di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun anggaran 2017 dituntut dengan hukuman berbeda. Muhammad Irwi dituntut lima tahun, sedangkan Lalu Buntaran dituntut enam tahun penjara.
Untuk diketahui, Irwin merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek tersebut. Sedangkan, Buntaran merupakan kontraktor.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dian Purnama mengatakan Muhammad Irwin secara sah terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terdakwa dituntut lima tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsidair tiga bulan kurungan," ujar Dian saat membacakan tuntutan di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Mataram pimpinan Hakim Ketua I Made Somanasa, Selasa (6/2/2024).
Sementara, JPU Ema Mulyawati juga menyatakan terdakwa Lalu Buntaran terbukti melanggar pasal yang sama dengan Irwin. Dalam proyek pengadaan alat kesenian senilai Rp 1,7 miliar itu, Buntaran dari CV Embun Emas menjadi pelaksana pengerjaan.
"Terdakwa dituntut enam tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsidair tiga bulan kurungan," kata Ema.
Buntaran juga diwajibkan mengembalikan uang pengganti kerugian negara senilai Rp 702 juta.
"Jika tidak dapat mengganti uang pengganti kerugian negara, maka diganti dengan pidana penjara tiga tahun tiga bulan penjara. Demikian tuntutan dibacakan JPU," tegas Ema.
Ketua Majelis Hakim I Ketut Somanasa mempersilakan kedua terdakwa melakukan pledoi atau pembelaan di depan majelis hakim. Setelah berdiskusi dengan masing-masing penasihat hukum terdakwa, keduanya bersepakat melakukan pledoi.
"Kami berikan waktu melakukan pembelaan kepada kedua terdakwa melalui masing-masing penasihat hukumnya," ujar Somanasa
Kedua terdakwa dapat mengajukan pembelaan secara tertulis dalam tempo paling lama selama satu minggu setelah pembacaan tuntutan, pada Selasa 13 Februari 2024.
"Masing-masing bisa melakukan pembelaan. Di sana (13 Februari) belum libur ya. Kami berikan kesempatan membacakan pembelaan secara tertulis yang diserahkan ke masing-masing penasihat hukumnya," pungkas Somanasa.
Sementara itu, Irwin dan Buntaran nampak lesu ketika keluar dari ruang sidang. Mereka menolak berkomentar kepada media. Keduanya langsung keluar meninggalkan ruang sidang tanpa sepatah kata.
Diberitakan sebelumnya, Irwin selalu PPK dalam kasus tersebut tidak melakukan survei sebelum menetapkan harga pengadaan barang. Dia dengan sengaja memerintahkan Lalu Buntaran untuk melakukan survei harga demi mendapatkan keuntungan untuk setiap harga satuan barang.
Selain itu, Irwin menyusun HPS berdasarkan harga yang diperoleh dari calon penyedia barang jasa ke tersangka Lalu Buntaran. Irwin mencantumkan merek dan tipe barang dalam dokumen spesifikasi dan teknis. Sehingga tidak memberikan kesempatan kepada calon penyedia lain untuk ikut dalam kegiatan lelang.
Dalam kasus ini, Irwin sengaja menunjuk CV Embun Emas milik Baiq Yanti Susanti sebagai pemenang tender. Namun, selaku PPK, dia dengan sengaja membiarkan pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh Lalu Buntaran.
Survei harga berdasarkan pengadaan alat kesenian marching band tersebut dilakukan berdasarkan permintaan Irwin kepada Buntaran. Mereka secara bersama-sama menyusun HPS berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan. Kerugian negara akibat ulah mereka mencapai Rp 702 juta.
(hsa/hsa)