Kejati Ungkap Lambatnya Kasus Dugaan Korupsi Rp 50 Miliar di Bank NTT

Kejati Ungkap Lambatnya Kasus Dugaan Korupsi Rp 50 Miliar di Bank NTT

Simon Selly - detikBali
Sabtu, 09 Des 2023 22:30 WIB
Kasi Penkum Kejati NTT Raka Putra Dharma.
Foto: Kasi Penkum Kejati NTT Raka Putra Dharma. (Istimewa)
Kupang -

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati NTT, Raka Putra Dharma, menegaskan Kejati NTT hingga saat ini berkomitmen untuk menuntaskan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani, termasuk kasus MTN Bank NTT senilai Rp 50 miliar. Kasus tersebut terbilang cukup lambat. Sebab, sudah diselidiki sejak 2020.

"Komitmen kami, tentunya akan berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan semua kasus yang kami tangani," ujar Raka saat dikonfirmasi detikBali, Sabtu (9/12/2023).

Raka mengatakan dalam penanganan kasus MTN Bank NTT, telah dilakukan pemeriksaan kepada sejumlah saksi yang diduga mengetahui kasus tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sudah beberapa saksi yang diperiksa, tapi berapa jumlahnya saya harus konfirmasi ke bagian teknisnya (penyidik) dulu. Nanti kalau ada perkembangan baru akan kami infokan kepada publik," terang Raka.

Menurut Raka, lamanya penanganan kasus tersebut karena penyidik Kejati NTT masih menunggu hasil investigasi Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) NTT.

ADVERTISEMENT

"Kami agak lama karena menunggu hasil investigasi di BPK dan saat ini tim sedang melakukan pendalaman," tandas Raka.

Sebelumnya, pengamat hukum pidana Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikael Feka, menyoroti lambatnya penanganan kasus dugaan korupsi MTN Bank NTT.

"Bertepatan dengan Hari Antikorupsi Sedunia ini, kita melihat penegakan hukum tindak pidana korupsi di NTT masih menyisakan PR. Salah satunya kasus dugaan korupsi Medium Terms Note (MTN) di Bank NTT. Tidak ada kejelasan mengenai penanganan kasus tersebut hingga sekarang," ujar Feka kepada detikBali lewat sambungan telepon, Sabtu.

Menurutnya, kasus tersebut sejak 2020 masih tahap penyelidikan tanpa ada perkembangan berarti.

"Publik disajikan jawaban-jawaban normatif bahwa sedang dalam proses tanpa progres," imbuh Feka.

Menurut Feka, kejaksaan dan kepolisian harus lebih proaktif dalam penanganan kasus-kasus dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di NTT.

"Selain tindakan represif perlu melakukan tindakan pencegahan dan pendekteksian sejak dini, perlu dilakukan sebagai APH," terangnya.

Ia berharap momentum Harkodia aat ini dapat meningkatkan kinerja aparat penegak hukum, dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di NTT. Tidak hanya penanganan dugaan korupsi kecil, tapi juga korupsi kakap yang melibatkan pejabat.

"Saya harapkan kejaksaan maupun kepolisian lebih serius memberantas korupsi di NTT. Tidak hanya fokus pada dana desa yang notabene hanya ditujukan kepada kepala desa atau perangkatnya. Akan tetapi, perlu membongkar kasus-kasus korupsi yang mungkin terjadi dan melibatkan pengusaha-pengusaha besar dan oknum-oknum kepala daerah maupun mantan kepala daerah," cecar Feka.

Dia membebeberkan sejumlah langkah strategis yang bisa dilakukan penegak hukum untuk menekan laju kasus dugaan tindak pidana korupsi, yakni:

1. Melakukan analisis keuangan, dengan meneliti laporan keuangan, untuk mendeteksi pola atau transaksi yang mencurigakan dan melakukan audit keuangan terhadap individu atau entitas yang dicurigai terlibat dalam korupsi.

2. Whistleblower protection. Mendorong pelaporan dari pihak dalam yang mengetahui atau menjadi korban tindak pidana korupsi, dan melindungi sumber informasi dengan memberikan jaminan keamanan bagi para pengadu yang melaporkan tindak korupsi.

3. Penggunaan teknologi. Memanfaatkan teknologi informasi untuk analisis data besar dan pemantauan, transaksi keuangan dan menggunakan alat analisis forensik digital untuk menyelidiki pelanggaran keamanan dan pencurian data.

4. Undercover operations. Melakukan operasi rahasia dengan menyamar atau menyusup untuk mengumpulkan bukti dan informasi, terkait tindak pidana korupsi dan menggunakan agen atau informan internal untuk mengungkap praktik korupsi.

5. Pendidikan dan kesadaran masyarakat. Mengedukasi masyarakat tentang bahaya korupsi dan pentingnya pelaporan dan membangun kesadaran masyarakat untuk menolak dan tidak mendukung praktik korupsi.

6. Penegakan hukum proporsional. Memastikan bahwa tindakan hukum yang diambil proporsional dan sesuai dengan hukum yang berlaku.

7. Pengembangan intelijen. Membangun dan memanfaatkan intelijen untuk mengidentifikasi dan memonitor kegiatan korupsi, dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber untuk membantu dalam penyelidikan.

"Dengan menggabungkan berbagai strategi ini, penegakan hukum dapat meningkatkan efektivitas aparat penegak hukum dalam memerangi korupsi dan memberikan efek pencegahan yang lebih kuat," tandas Feka.

Sementara itu, Bank NTT belum memberi penjelasan soal kasus dugaan korupsi MTN tersebut.




(hsa/gsp)

Hide Ads