Pengacara Dasaran Alit Tuding Polda Bali Langgar Aturan karena Tolak Laporan

Pengacara Dasaran Alit Tuding Polda Bali Langgar Aturan karena Tolak Laporan

I Wayan Sui Suadnyana - detikBali
Kamis, 02 Nov 2023 21:36 WIB
Jero Dasaran Alit (dua dari kiri) dan tim kuasa hukumnya memberikan keterangan usai memenuhi panggilan untuk menjalani pemeriksaan di Polres Tabanan, Rabu (23/9/2023).
Foto: Jero Dasaran Alit (dua dari kiri) dan tim kuasa hukumnya. (dok. detikBali)
Denpasar - Kuasa hukum penekun spiritual bernama Kadek Dwi Arnata alias Jero Dasaran Alit menuding polisi melakukan pelanggaran hukum berat karena menolak laporan dari kliennya. Kuasa hukum Jero Dasaran Alit menilai polisi seharusnya tidak boleh menolak laporan dari masyarakat.

"Tidak boleh menolak yang namanya laporan masyarakat. Itu tidak boleh sama sekali itu. Itu melanggar hukum berat," kata kuasa hukum Jero Dasaran Alit, I Kadek Agus Mulyawan dalam sambungan telepon kepada detikBali, Kamis (2/11/2023).

Tudingan ini disampaikan setelah Polda Bali menolak laporan Jero Dasaran Alit terhadap perempuan berinisial NCK yang melaporkan dirinya melakukan pelecehan seksual di Polres Tabanan. Laporan dilakukan pada Rabu (25/10/2023) namun tidak diterima dengan alasan kurang alat bukti.

Agus menerangkan, masyarakat melaporkan kejadian atau memberitahukan adanya peristiwa pidana sudah dijelaskan dalam Pasal 1 angka 24 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurutnya, dalam pelaporan tidak ada ketentuan normatif atau undang-undang yang menentukan harus adanya alat bukti saat awal melapor.

"Itu nggak ada. Tidak ada. Mana coba dicari itu buka pasal-pasal itu, nggak ada itu yang menentukan melapor itu harus bawa alat bukti itu nggak ada, karena kita memberitahukan kepada pejabat yang berwenang telah terjadi atau diduga akan terjadi peristiwa pidana," jelasnya.

Justru menurut Agus, polisi seharusnya menerima setiap pelaporan yang dilakukan oleh masyarakat. Polisi kemudian berperan untuk melakukan penyelidikan atas laporan yang masuk.

Agus mengaku sudah menjelaskan hingga panjang lebar mengenai hal tersebut bahwa pihaknya hendak melakukan pelaporan sesuai amanat Pasal 108 ayat (1) KUHAP. Aturan itu menyebutkan jika setiap orang mempunyai hak untuk melaporkan jika mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana.

Pengacara dari kantor hukum Agus M & Associates itu mengaku meminta agar polisi menerima laporan dari kliennya. Setelah itu barulah polisi dapat melakukan penyelidikan. Polisi dapat mengumpulkan bukti-bukti apabila menemukan peristiwa pidana dalam penyelidikan yang dilakukan.

"Kan begitu bunyinya arti penyelidikan dan penyidikan. Kan begitu di KUHAP untuk membuat terang pidana ini. Kita minta bukti lapor nggak dikasih," ungkap Agus kecewa.

Sayangkan Praperadilan Cuma Datangkan Ahli Pidana

Agus Mulyawan juga menyayangkan sidang praperadilan lantaran cuma mendatangkan ahli hukum pidana.

Agus mengatakan saksi dari kedokteran forensik yang mengeluarkan visum et repertum (VeR) dan saksi psikologi klinis tidak dihadirkan dalam praperadilan. Menurutnya, keterangan saksi yang menjadi alat bukti penetapan tersangka seharusnya dihadirkan untuk memberikan keterangan.

"Nah status tersangka yang saya tuntut ini kan hubungannya ke alat bukti kan. Bagaimana orang bisa dikatakan salah terus jadi tersangka kalau tidak alat buktinya benar-benar diperiksa," kata Agus dalam sambungan telepon kepada detikBali, Kamis (2/11/2023).

Agus mengaku menghormati praperadilan kliennya yang ditolak oleh majelis hakim. Namun dirinya berpendapat bahwa keterangan saksi yang menjadi alat bukti harus dihadirkan saat persidangan diatur sesuai Pasal 185 Kita Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Jadi poinnya gini, keterangan saksi dipakai sebagai alat bukti harus dihadirkan di depan persidangan. Nah kalau hemat saya kalau enggak dihadirkan di depan persidangan berarti alat bukti atau tidak itu. Karena undang-undang mengatakan demikian kan. Saya anggap itu bukan alat bukti dong," ujarnya.

Selama persidangan, ungkap Agus, polisi selaku termohon tidak ada mendatangkan saksi dan hanya mendatangkan keterangan ahli pidana saja. Karena tidak dihadirkan, seharusnya keterangan saksi itu tidak sah.

"Kalau nggak dihadirkan dihadirkan ke sidang praperadilan berarti tidak bisa dikatakan sebagai alat bukti. Enggak sah dong. Saya harusnya sih hakim berpendapat demikian. Cuman hakim hanya memeriksa berdasarkan di luar ketentuan materiil. Pemeriksaannya hanya berdasarkan ketentuan formal saja," ungkapnya.

Agus mengungkapkan sebenarnya sudah ada court calendar dalam sidang praperadilan Jero Dasaran Alit, termasuk dalam pemeriksaan saksi-saksi. Namun sayangnya majelis hakim hanya memeriksa surat-surat alat bukti tanpa menghadiri langsung saksinya di persidangan.

"Lah kalau gitu caranya memeriksa ya buat apa kita buat court calendar. Langsung saja periksa surat suratnya oh sudah ada ini surat suratnya. Kan hanya memeriksa bukti surat. Kan tidak memeriksa kesalahan seseorang,"

"Kalau cuma hadir bukti surat bukti surat gitu saja ya nggak usah ada praperadilan kan, buat apa. Karena apa karena kan perluasannya ke penetapan tersangka. Kalau model pemeriksaan seperti itu pemeriksaan formal begitu saja untuk penggeledahan untuk penahanan untuk penyitaan okelah, ini kan penetapan tersangka ini," imbuhnya.


(hsa/hsa)

Hide Ads