Sekretaris Utama Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Rinardi buka suara soal maraknya tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Menurut dia, hal ini tak terlepas dari masih banyak PMI yang bekerja ke luar negeri lewat jalur ilegal.
Rinardi menjelaskan minimnya pengetahuan masyarakat akan informasi prosedur bekerja ke luar negeri yang benar jadi celah bagi para sindikat TPPO menjerat calon korbannya. Ia tidak menampik para korban TPPO sebagian besar mengalami kendala atau masalah.
"Memang lemah informasi kepada masyarakat. Kami perlu sosialisasi masif, jangan sampai mudah tergiur sindikat kerja. Warga bisa dapat pemahaman yang baik. Di sini BP2MI hadir dengan dukungan stakeholder. Kami ingin pastikan masyarakat paham," kata Rinardi, Jumat (1/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rinardi bercermin dari kasus TPPO di Nusa Tenggara Timur (NTT). Yang mana mereka yang berangkat menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal, banyak yang pulang dalam kondisi meninggal dunia. Dalam catatan terdapat 100 orang sejak Januari-Agustus 2023.
Menurut Rinardi, informasi dugaan TPPO itu diketahui dari laporan sejumlah sarana kesehatan di NTT yang menerima jenazah para PMI dalam kondisi ada jahitan di tubuh. Karena itu muncul asumsi, yang pulang adalah korban TPPO, khususnya perdagangan organ. Tapi ia menegaskan pernyataan itu masih sebatas dugaan.
"Karena dalam posisi pulang sudah meninggal, dan badannya ada jahitan, kami tidak mungkin bertanya kepada keluarga. Jadi perlu kami luruskan, ini baru asumsi saja," sambung dia.
Kata Rinardi, sebagian besar PMI yang berangkat secara ilegal tidak mendapat perlindungan. Pihaknya juga tidak menampik faktor yang mendorong orang bekerja secara ilegal karena himpitan ekonomi keluarga. Mereka yang berangkat ilegal banyak yang berasal dari keluarga sederhana bahkan kurang mampu.
Diduga peluang kerja di kampung halaman kecil, mengakibatkan warga mencari peruntungan kerja ke luar negeri dengan iming-iming gaji fantastis. BP2MI pun mendorong pemerintah daerah terlibat pengawasan.
"Jangan sampai ada warga mencari kerja sendiri ke luar negeri," tegas dia.
Karena itu, terang Rinardi, terbitlah UU Nomor 18 Tahun 2017 yang mengatur perlindungan PMI sebelum berangkat, selama bekerja hingga kepulangan. Praktis para tenaga kerja Indonesia terbebas dari ancaman sindikat TPPO.
"Saat berangkat itu mereka tidak taat aturan, memakai visa umrah, bisa berwisata dipakai berangkat ke luar negeri, tanpa ada kontrak kerja jelas. Warga diiming-imingi uang untuk keluarga agar merelakan anggota keluarga mereka berangkat ke luar negeri. Itu sudah TPPO," tegasnya.
Faktor lain soal PMI yang pulang dalam kondisi meninggal bisa jadi karena kondisi yang bersangkutan memang kurang sehat sebelum berangkat. Hal ini, bagi Rinardi, terjadi karena calon PMI tidak melakukan pemeriksaan kesehatan sebelumnya.
Padahal sesuai aturan, calon PMI wajib periksa kesehatan lengkap. Sebab otoritas negara tujuan akan melakukan screening kembali. Jika ketahuan tidak sehat, maka orang itu akan dipulangkan. Bahkan biaya pemulangan ditanggung rumah sakit yang mengeluarkan surat keterangan tersebut.
"Karena itu pemerintah memperketat aturan dan kerja profesional. Tidak boleh mengeluarkan surat kesehatan bodong. Kalau itu keluar, mereka (RS terkait) yang tanggung kerugian membiayai tiket pesawat PMI pulang," pungkasnya.
(dpw/iws)