Tangis WN Australia-Bantahan Kemenkumham soal Dugaan Pemerasan Rp 15 Juta

Tangis WN Australia-Bantahan Kemenkumham soal Dugaan Pemerasan Rp 15 Juta

Ronatal Siahaan - detikBali
Rabu, 12 Jul 2023 09:14 WIB
Kakanwil Kemenkumham Bali Anggiat Napitupulu.
Foto: Kakanwil Kemenkumham Bali Anggiat Napitupulu. (Ronatal Siahaan/detikBali)
Badung -

Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Bali Anggiat Napitupulu membantah dugaan pemerasan senilai AUD 1.500 atau sekitar Rp 15,2 juta terhadap dua warga negara asing (WNA) asal Australia, Monique Sutherland dan ibunya. Anggiat mengungkapkan mereka langsung menangis saat hendak diwawancarai petugas Imigrasi di Bandara Ngurah Rai, Badung, Bali.

"Interview di situ. Memang saat interview belum apa-apa, dia sudah menangis ya. Ibunya juga sudah menangis," ujar Anggiat kepada awak media di Kanwil Kemenkumham Bali, Selasa (11/7/2023).

Anggiat mengatakan saat itu ada pihak maskapai penerbangan yang menghampiri dan mendampingi kedua WNA tersebut. "Orang airlines ada yang datang mendampingi, menghampiri, karena orang airlines yang menyatakan bahwa paspor itu rusak," terang Anggiat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menyebut maskapai telah memberikan surat jaminan. "Oke, semua risiko akan ditanggung mereka," kata Anggiat seperti yang disampaikan maskapai.

Kakanwil: Hanya Interogasi

Kesimpulan tidak ada pemerasan itu diambil Anggiat berdasarkan keterangan para petugas Imigrasi yang berada di sana. "Hanya interogasi di ruang tersebut," paparnya.

ADVERTISEMENT

Anggiat menjelaskan kerusakan paspor Sutherland sudah diketahui sejak dari Melbourne, Australia.

"Diketahui sejak dari Melbourne, sehingga ada dialog di situ. Diserahkan kepada airlines tapi sudah stempel. Bahkan, airlines juga memberikan surat jaminan," kata Anggiat.

Sampaikan Konsekuensi Jika Paspor Basah

Dia juga menegaskan Sutherland dan ibunya tidak diancam deportasi saat diwawancara petugas. Mereka hanya menyampaikan konsekuensinya apabila paspor basah.

"Jadi, bukan ancaman. Disampaikan apa saja konsekuensinya. Kalau memang maskapai tidak tahu paspornya basah, maskapai tidak memberikan garansi bahwa mereka akan menanggung risikonya," urai Anggiat.

"Kamu akan pulang balik, deportasi. Bukan ancaman, disampaikan konsekuensinya. Oleh karena itu, maskapai juga dipanggil," sambung Anggiat.

Sutherland dan ibunya, lanjut Anggiat, adalah pemegang Visa on Arrival (VoA) yang berlaku selama 30 hari saat pelesiran di Pulau Dewata. Kini, kedua WNA tersebut telah keluar dari Bali.

"Oh, dia (Sutherland) sudah keluar dari Bali, karena Visa on Arrival kan maksimal 30 hari. Dan dia tidak ada perpanjangannya," beber Anggiat.

Periksa CCTV dan 3 Petugas Imigrasi

Ada tiga petugas Imigrasi yang saat itu mewawancarai Sutherland dan ibunya. Menurut Anggiat, ketiga petugas yang sudah dimintai keterangan itu menjamin tidak ada pemerasan. Ketiganya juga telah melakukan tanda tangan di atas materai. Rekaman CCTV juga sudah diperiksa.

"Kalau petugas Imigrasi menyatakan nggak ada (pemerasan). Tidak ada. Bahkan, kami bisa melihat CCTV-nya. Tidak ada," jelasnya.

Meski begitu, Anggiat menegaskan masih mendalami pengakuan Sutherland. "Kami sudah melakukan pendalaman. Belum selesai," terang Anggiat.

Sutherland Tak Bisa Dihubungi

Anggiat mengaku sudah mencoba menghubungi Sutherland melalui akun Twitter-nya maupun media sosial lainnya. Namun, hasilnya nihil.

Menurut Anggiat, penjelasan dari Sutherland diperlukan agar dapat menyimpulkan kejadian tersebut secara objektif. "Itu yang perlu kami pendalaman lagi dan itu juga versinya petugas saya. Kami kan sebenarnya ingin komunikasi dengan yang bersangkutan (Sutherland dan ibunya), supaya lebih objektif," beber Anggiat.

"Sampai sekarang, kami belum berhasil berkomunikasi dengan dia (Sutherland). Media sosial kami text juga belum dijawab. Telepon yang ada di situ juga. Messenger juga tidak dijawab," tandas Anggiat.

Respons Sandiaga Uno

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno buka suara terkait turis Australia yang mengaku diperas lantaran paspornya kotor itu.

Sandiaga meminta agar masyarakat tidak terburu-buru menyimpulkan kasus tersebut. "Karena kalau kita salah menginterprestasinya akan berdampak buruk bagi citra pariwisata," tuturnya dalam acara The Weekly Briefing with Sandi Uno yang digelar secara online, Selasa malam.

Menurutnya, kasus dugaan pemerasan terhadap Sutherland perlu diselidiki lebih lanjut. "Seandainya ada pelanggaran, tentunya ada sanksi yang diberikan. Tapi, sebelum itu kami sampaikan kepada dunia pariwisata bahwa Indonesia tidak akan mentolerir kegiatan pemerasan," tandas Sandiaga.

Kadispar Bali Tunggu Hasil Penyelidikan

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun mengaku masih menunggu hasil penyelidikan terkait dugaan pemerasan tersebut. Ia juga telah berkoordinasi dengan Kepala Kantor Imigrasi Ngurah Rai. "Semuanya dilihat, termasuk dengan CCTV di bandara untuk melihat apakah wisatawan dari Australia betul-betul begitu keadaannya (diperas) atau memang ada oknum yang melakukan hal itu," kata Pemayun.

Diberitakan sebelumnya, Monique Sutherland mengaku diminta menandatangani formulir biru tambahan ketika check-in di konter Batik Air di Bandara Tullamarine di Melbourne. Sebab, paspor yang berusia tujuh tahun menurutnya sedikit kotor (menurut Imigrasi rusak).

Masalah yang lebih buruk datang menghampiri saat dia bersama ibunya menyerahkan formulir biru tersebut di Imigrasi Bali. Bule Australia itu menyebut dirinya histeris dan ketakutan saat para petugas tertawa dan berbicara dalam bahasa Indonesia. Menurutnya, petugas juga mengancam mendeportasinya lantaran memasuki Indonesia dengan paspor yang rusak.

Petugas Imigrasi, sebut Sutherland, menawarkan solusi agar diizinkan menginjakkan kakinya di Bali. Syaratnya, dia harus membayar biaya AUD 1.500. Sutherland pun menolak membayar karena paspornya tidak ada masalah dari negaranya dan bisa digunakan.

Setelah itu, Sutherland menyebut petugas Imigrasi beralih ke ibunya dan mengatakan tidak akan mengembalikan paspor jika tidak membayar denda. "Mereka mendekati ibu saya yang ketakutan dan meyakinkannya untuk membayar. Mereka juga mengatakan jika tidak membayar, saya tidak akan mendapatkan paspor saya kembali," katanya, dikutip dari detikTravel.

Mau tak mau, akhirnya mereka membayar denda yang diminta. Ibu dan anak itu pun dikawal keluar dari bandara tanpa interogasi lebih lanjut. Permasalahan ini membuat perasaan Sutherland untuk liburan menjadi hambar.




(hsa/gsp)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads