Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali menemukan sejumlah obat-obat keras saat melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di tempat praktik aborsi ilegal dokter gigi I Ketut Arik Wiantara. Obat-obatan keras itu digunakan Arik untuk penyembuhan seusai penguretan.
"Kami hanya menemukan obat-obat keras," kata Kasubdit V Tindak Pidana Siber Ditreskrimsus Polda Bali AKBP Nanang Prihasmoko di Kuta, Badung, Bali, Jumat (19/5/2023).
Nanang menuturkan penyidik juga tidak menemukan tempat penyimpanan janin yang telah digugurkan. Sebelumnya, tersiar kabar di tempat praktik aborsi Arik di Desa Dalung, Badung, terdapat tempat penyimpanan janin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Nanang, Arik hanya menggugurkan janin yang usianya di bawah satu bulan. Setelah dikeluarkan, janin tersebut diduga dibuang ke selokan.
"Jadi langsung hilang di selokan dan kami sudah cek," tutur Nanang.
Penyidik, Nanang melanjutkan, telah memeriksa lima saksi antara lain pembantu Arik berinisial A, sepasang mahasiswa yang meminta bantuan dokter gigi itu untuk aborsi, dan tetangga Arik. Sejauh ini, Polda Bali belum menetapkan tersangka baru.
Ia menyebut pembantu Arik di lokasi praktiknya bertugas untuk bersih-bersih. Hingga kini, ia masih belum mendapat cukup bukti untuk menentukan yang bersangkutan sebagai tersangka karena ia mengaku tidak tahu ada praktik aborsi.
"(Pembantunya) masih saksi, kami masih periksa. Kami cari bukti lagi apakah memang betul pembantunya ini benar-benar nggak tahu gitu loh," terang Nanang.
Kemudian, saksi yang masih berstatus sebagai mahasiswi dan pacarnya, Nanang menyebut mereka masih berstatus sebagai pasangan muda. Mereka memang mengakui hendak melakukan aborsi karena belum siap melakukan pernikahan tetapi mahasiswi tersebut sudah hamil.
"Makanya korban mencari jalan dengan mencari dokter yang bisa menggugurkan janinnya yang baru berumur kira-kira dua minggu," imbuh Nanang.
Nanang mengakui bahwa pasangan itu bisa saja dijadikan tersangka. Namun, pihaknya masih ingin memastikan apakah mereka memang berniat melakukan aborsi sendiri atau ada tekanan dari pihak lain.
"Kalau di undang-undang, aborsi dengan sengaja sesuai dengan normatif kami bisa mengenakan (tersangka) sih. Tapi kami masih proses penyelidikan apakah dia mau aborsi, dia periksa saja atau dia disuruh aborsi oleh dokter itu atau keinginannya sendiri," pungkasnya.
Berdasarkan buku catatan rekap pasien yang disita Subdit V Tindak Pidana Siber Ditreskrimsus Polda Bali, Arik telah menerima 1.338 pasien sejak April 2020. Dari jumlah tersebut, dia mengeklaim hanya mengaborsi 20 perempuan hamil.
Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Bali Agus Sundia Atmaja menuturkan Arik bukan anggota organisasi tersebut. Oleh karena itu, Arik juga tidak pernah membuka praktik dokter gigi.
"Yang jelas dia tidak terdaftar di PDGI manapun. Mana bisa dapat rekomendasi praktik dokter gigi," kata Ketua PDGI Bali Agus Sundia Atmaja dalam pesan singkat kepada detikBali, Jumat (19/5/2023).
Arik juga disebutkan tidak pernah mengurus surat tanda registrasi (STR) sebagai syarat tenaga medis untuk mendapat surat izin praktik. Terkait dengan kampus dan tahun kelulusan, Sundia enggan berbagi informasi.
Sementara, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Badung memastikan Arik bukanlah seorang dokter. Hal itu dikarenakan ia tidak pernah terdaftar di Dinkes Badung.
Kepala Dinkes Badung I Made Bagus Padma Puspita menegaskan Arik bukan seorang dokter. Namun, Arik memang sempat mengenyam pendidikan kedokteran.
"Ya kami tegaskan ini sudah ranah kepolisian, bukan di Dinkes. Itu sudah terbukti (gadungan). Dari sisi syarat saja sudah tidak terpenuhi (untuk urus izin praktik). Bagaimana ini bisa disebut dokter, sementara faktanya tidak demikian," tegas Padma Puspita, Rabu (17/5/2023).
Padma Puspita menjelaskan pengecekan dilakukan secara online dengan melihat STR dokter maupun dokter gigi. Hasilnya tidak ditemukan nama Arik dalam sistem. Sebab STR umumnya akan diperpanjang berkala oleh dokter sebagai salah satu syarat izin praktik.
(efr/gsp)