Tim Kuasa Hukum Universitas Udayana (Udayana) menyusun materi praperadilan dalam kasus dugaan korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI). Materi yang dipersoalkan ialah kerugian negara yang disebut-sebut mencapai Rp 3,94 miliar.
"Lumayan banyak (materi praperadilan), ada 24 halaman. Tetapi, tidak sampai menyentuh pokok perkara," tutur salah satu Kuasa Hukum Unud Nyoman Sukandia kepada detikBali, Rabu (29/3/2023).
Salah satunya, ia menyebutkan SPI diberlakukan di seluruh perguruan tinggi se-Indonesia, meskipun sifatnya tak wajib. Sehingga, setoran uang SPI bukan lah permintaan kampus atau syarat yang diwajibkan bagi calon mahasiswa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Malah, Sukandia mengatakan banyak mahasiswa yang lolos seleksi masuk perguruan tinggi tetapi tetap menyetor uang sumbangan.
Adapun, besaran yang dianggap kerugian negara tersebut bukan Rp 3,94 miliar seperti yang diberitakan selama ini. Melainkan, Rp 1,98 miliar.
"Realitanya, terjadi fenomena di luar dugaan. Misalnya, ada mahasiswa yang sudah dinyatakan lulus, malah mentransfer secara sukarela ke kas negara tanpa diketahui. Padahal, lulus dalam kualifikasi prodi (program studi) nol rupiah," jelasnya.
Sukandia merinci sebanyak 324 mahasiswa yang diterima pada program studi D3 dan S1 sejak ajaran 2018-2022, menyetorkan sejumlah uang sumbangan secara sukarela dengan besaran berbeda-beda.
Semua uang itu, sambung dia, masuk ke kas negara dengan status Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Materi lain yang dipersoalkan, yaitu temuan Kejaksaan Tinggi Bali soal kerugian perekonomian negara Rp 334,57 miliar.
Menurut Sukandia, ada perbedaan nominal dalam temuan tersebut. Dana SPI terhimpun sejak proses penerimaan calon mahasiswa baru tahun ajaran 2018-2022 sebesar Rp 335,52 miliar.
Sementara itu, jumlah dana yang sudah dihabiskan untuk pembangunan sarana dan prasarana perkuliahan di Unud sebesar Rp497,97 miliar.
Selisihnya diambil dari anggaran sarana dan prasarana Unud yang mencapai Rp 1,01 triliun.
Dalam kasus dugaan korupsi SPI Unud, empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Yakni, Rektor Unud I Nyoman Gde Antara dan tiga orang lainnya, yaitu IMY, NPS, dan IKB.
Kendati demikian, keempat tersangka belum ditahan. Kasi Penkum Kejati Bali Putu Agus Eka Sabana menyebut empat orang tersangka belum ditahan karena pemeriksaan saksi masih berlangsung.
Namun, Kejati Bali menerbitkan surat perintah pencekalan terhadap Antara, termasuk juga mantan rektor Anak Agung Raka Sudewi yang saat ini masih berstatus sebagai saksi.
Dengan pencekalan tersebut, Antara dan Raka Sudewi dilarang bepergian ke luar negeri selama enam bulan.
Pencekalan serupa sudah lebih dulu berlaku pada tiga tersangka yang merupakan staf Unud, IKB, IMY, NPS.
Eka mengatakan pencekalan itu dilakukan sesuai prosedur. Selain itu juga untuk memudahkan proses pemanggilan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap Antara dan Sudewi.
(BIR/hsa)