Kedua pelaku atas nama I Putu Muliarta (55) dari Banjar Kayu Puring, Desa/Kecamatan Pupuan, dan I Gede Ana Framarta (40) dari Banjar/Desa Belimbing, Kecamatan Pupuan.
"Ditemukan di Pupuan. Mungkin karena jauh dari kota, jadi dimanfaatkan untuk penyalahgunaan niaga BBM subsidi," jelas Kapolres Tabanan AKBP Ranefli Dian Candra, Selasa (14/9/2022).
Ia menjelaskan, terungkapnya penjualan solar subsidi secara ilegal ini berawal dari monitoring penjualan BBM pasca pemerintah menerapkan kenaikan harga pada Sabtu (3/9/2022). Putu Muliarta menjadi pelaku pertama yang ditangkap pada Kamis (8/9/2022) sekitar pukul 15.00 Wita.
Ia ditangkap di Banjar Kayu Puring, Desa/Kecamatan Pupuan, saat menjual solar subsidi. Kemudian, polisi melakukan pemeriksaan dan ditemukan ada 164 liter solar dalam enam jerigen.
"Solar itu didapatkan dengan cara membeli menggunakan jerigen di SPBU wilayah Seririt dengan menggunakan sepeda motor," imbuh Ranefli Dian Candra.
Sementara Gede Ana ditangkap pada Jumat (9/9/2022) sekitar pukul 13.00 Wita. Dari Gede Ana, polisi menyita 36 liter solar yang telah dimuat ke dalam mesin Pertamini. Solar itu dibeli menggunakan jerigen di SPBU Berembeng, Kecamatan Selemadeg.
Nefli mengungkapkan, kedua pengecer ini memanfaatkan surat keterangan dari pemerintah desa. Berbekal surat yang menegaskan pemegangnya merupakan petani atau nelayan, keduanya membeli BBM di SPBU.
"Seharusnya (suket) dipakai untuk petani atau nelayan. Tetapi oleh yang bersangkutan dipakai untuk kepentingan sendiri. Dijualbelikan lagi. Ini yang tidak boleh," tegas Nefli.
Selain menyita solar dalam belasan jerigen, polisi juga menyita buku tulis yang berisi rekapan penjualan BBM. Ada juga dua jerigen berisi 66 liter Pertalite. Dua jerigen berisi 40 liter Pertamax. Dan, dua jerigen berisi 17 liter Pertamax Turbo.
Selanjutnya dua unit motor matik milik kedua pelaku, surat rekomendasi pembelian BBM solar dan Pertalite subsidi, dan uang hasil penjualan BBM dari Muliarta Rp 180 ribu dan Rp 28 ribu dari Ana.
Solar tersebut dibeli seharga Rp 6.800 per liter kemudian dijual dengan harga Rp 8.500 per liter.
"Pasal yang disangkakan Pasal 55 dan 53 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," pungkasnya.
(nor/hsa)