"Tidak memproduksi. Cuma iseng saja," kata pelaku yang kini ditahan di Polres Tabanan.
Sebagai pembelaan diri, ia mengaku hanya membuat lima lembar upal pecahan Rp 50 ribu. Hanya saja, terkait pengakuannya yang iseng membuat upal, ia tidak banyak menjelaskan.
"Ya itu dah, saya blank. Saya hanya cetak lima lembar saja," katanya.
Pengakuan pelaku ini sama seperti yang disampaikan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tabanan, AKP Aji Yoga Sekar, dalam keterangannya.
"Dari hasil pemeriksaan, pelaku sementara ini baru sekali melakukannya (membuat upal). Begitu juga menggunakannya (baru sekali)," jelas Aji Yoga Sekar.
Perbuatan pelaku yang membuat dan menggunakan upal itu terungkap setelah ia membayar jasa pijat di Jalan Wagimin, Desa/Kecamatan Kediri pada 22 Juli 2022. Tukang pijat yang menjadi saksi korban dalam kasus ini, SN, dibayar oleh pelaku dengan upal sebanyak lima lembar pecahan Rp 50 ribu.
Lantaran curiga dengan uang yang diberikan pelaku, saksi kemudian menginformasikannya kepada polisi. Upal itu kemudian disita sebagai petunjuk awal dan penyelidikan awal dilakukan hingga pelaku diamankan pada 24 Juli 2022.
Polisi kemudian meyakini pelaku membuat dan menggunakan upal setelah memperoleh keterangan ahli dari laboratorium forensik (Labfor) dan Bank Indonesia. Hasil pemeriksaan dari Laboratorium Forensik, lima lembar uang tersebut dinyatakan palsu.
Sementara dari pemeriksaan oleh pihak BI, lima uang yang dipakai pelaku untuk membayar jasa pijat itu dinyatakan tidak memenuhi ciri-ciri keaslian uang atau palsu.
Selain mengamankan pelaku dan lima lembar upal, Polisi juga menyita beberapa barang bukti di antaranya seperangkat komputer PC beserta monitor, satu unit printer yang dipakai membuat upal, dan beberapa barang bukti lain yang salah satunya ponsel milik pelaku.
Terhadap perbuatannya itu, pelaku terancam ketentuan pidana Pasal 36 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Ancaman hukuman tiap ayat pada pasal itu masing-masing sepuluh tahun dan 15 tahun.
"Ancaman hukumannya sepuluh tahun untuk ketentuan Pasal 36 ayat (1) dan 15 tahun untuk ketentuan ayat (3)," pungkas Aji Yoga Sekar.
(iws/iws)