Makna Tradisi Marebu Mala, Ritual Bali untuk Tolak Energi Negatif

Makna Tradisi Marebu Mala, Ritual Bali untuk Tolak Energi Negatif

Ni Made Gita Julianti - detikBali
Senin, 27 Okt 2025 06:00 WIB
Roofs in Pura Besakih Temple in Bali Island, Indonesia.
Foto: Getty Images/iStockphoto/Igor Tichonow
Tabanan -

Pulau Bali bukan hanya dikenal karena keindahan alamnya, tetapi juga karena kekayaan tradisi spiritual yang diwariskan turun-temurun. Setiap ritual memiliki makna filosofis yang dalam, termasuk tradisi Marebu Mala dari Kabupaten Tabanan. Upacara ini dipercaya mampu menetralkan energi negatif yang memengaruhi manusia dan alam.

Apa Itu Tradisi Marebu Mala?

Marebu Mala merupakan ritual khas Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali. Kata marebu berarti membuang atau melepaskan, sementara mala berarti hal buruk atau energi negatif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ritual ini dilakukan untuk membersihkan diri dan lingkungan dari pengaruh buruk yang muncul akibat peristiwa alam, konflik sosial, atau gangguan spiritual.

Masyarakat meyakini, dengan membuang simbol-simbol keburukan ke sungai atau laut, keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan akan pulih kembali-sejalan dengan ajaran Tri Hita Karana, yakni harmoni antara ketiganya.

ADVERTISEMENT

Sejarah dan Perkembangan

Tradisi Marebu Mala diyakini muncul sejak abad ke-19 di kawasan pesisir Tabanan. Kala itu, masyarakat sering menghadapi bencana alam seperti banjir dan wabah penyakit. Sebagai bentuk perlindungan spiritual, mereka menggelar ritual ini untuk menolak bala.

Pada masa kolonial Belanda, Marebu Mala juga menjadi simbol perlawanan budaya, menjaga identitas masyarakat Bali di tengah tekanan kolonial.

Seiring waktu, pelaksanaannya menyesuaikan perkembangan zaman. Beberapa unsur spiritual kadang disederhanakan, terutama ketika tradisi ini dikemas dalam bentuk pertunjukan budaya untuk wisatawan. Namun, nilai inti tentang penyucian diri dan lingkungan tetap dijaga.

Kapan Ritual Dilaksanakan?

Marebu Mala dilaksanakan berdasarkan kalender adat Bali, yang mengikuti sistem hari baik dan perhitungan sasih (bulan).

Biasanya ritual ini dilakukan pada Tilem (bulan mati) atau pada bulan Kasa dan Kartika, saat diyakini energi negatif lebih kuat. Namun, jika terjadi peristiwa buruk seperti kecelakaan atau wabah, Marebu Mala bisa dilakukan secara mendadak sebagai bentuk pencegahan spiritual.

Pelaksanaan Marebu Mala dimulai dengan persiapan sarana upakara di pura desa. Warga membawa persembahan dan simbol-simbol keburukan, seperti benda-benda kecil yang dianggap menyerap energi negatif.

Upacara diawali dengan sembahyang kepada Dewa Wisnu, sang pemelihara alam semesta. Setelah itu, warga menggelar prosesi menuju sungai atau laut.
Di tempat suci itu, simbol-simbol keburukan dibuang ke air, diiringi doa bersama sebagai lambang pembuangan energi negatif. Selain bermakna spiritual, prosesi ini juga mempererat rasa kebersamaan antarwarga dan memperkuat hubungan mereka dengan alam sekitar.

Marebu Mala bukan sekadar ritual tradisional. Ia adalah refleksi hubungan manusia dengan semesta, bahwa menjaga kebersihan batin dan lingkungan adalah satu kesatuan. Di tengah modernisasi, tradisi ini menjadi pengingat agar masyarakat tetap menghormati alam dan menjaga keseimbangan hidup.




(dpw/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads