Gocek Taluh, Tradisi Mengadu Telur Rakyat Bali yang Sarat Makna

Gocek Taluh, Tradisi Mengadu Telur Rakyat Bali yang Sarat Makna

Ni Made Gita Julianti - detikBali
Sabtu, 25 Okt 2025 12:07 WIB
Tradisi Gocek Taluh di Karangasem, Bali.
Tradisi Gocek Taluh di Karangasem, Bali. (Foto: dok. Istimewa)
Karangasem -

Di Bali, tradisi bukan sekadar upacara, tapi napas kehidupan sehari-hari. Dari sisi timur Pulau Dewata, tepatnya di Desa Selumbung, Kecamatan Manggis, Karangasem, ada satu tradisi unik yang masih lestari hingga kini: Gocek Taluh, ritual mengadu telur yang tampak sederhana, tapi menyimpan nilai sosial dan spiritual yang dalam.

Mengadu Telur, Menyatukan Warga

Dalam bahasa Bali, gocek taluh berarti "mengadu telur". Tradisi ini dilakukan oleh dua orang atau lebih yang masing-masing membawa telur ayam kampung. Telur-telur itu tidak bisa sembarangan-harus dipilih dan disucikan terlebih dahulu melalui prosesi adat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ritualnya berlangsung seru. Telur dibenturkan di atas pelepah pisang, diiringi sorak dan tawa warga. Telur yang tetap utuh dinyatakan menang, lalu si pemilik menantang peserta berikutnya. Dari luar tampak seperti permainan, namun bagi masyarakat Selumbung, setiap benturan telur adalah simbol semangat, kebersamaan, dan doa syukur atas hasil bumi.

Jejak Tradisi dan Nilai Filosofis

Gocek Taluh biasanya menjadi bagian dari upacara desa saat Pujawali atau Ngusaba di pura setempat. Tradisi ini diyakini sudah diwariskan sejak lama dan menyatu dengan kehidupan masyarakat.

Lebih dari sekadar hiburan, Gocek Taluh mengajarkan nilai Tri Hita Karana - keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam. Tradisi ini juga menjadi pengingat untuk tidak terjerumus dalam perjudian, sekaligus sarana mempererat hubungan sosial antarwarga.

Gocek Taluh bukan adu keberuntungan, tapi adu kesucian niat dan kebersamaan. Begitu kata para tetua desa menggambarkan maknanya.

Waktu dan Rangkaian Upacara

Gocek Taluh dilaksanakan sesuai penanggalan adat, biasanya saat Tilem (bulan mati) atau Purnama (bulan purnama). Karena mengikuti kalender Bali, tanggal pelaksanaannya selalu bergeser tiap tahun.

Pagi hari dimulai dengan Masegeh, ritual membawa anak sapi (godel) keliling desa. Para pria menenteng pohon bongkot atau kecombrang sebagai simbol kesuburan dan pembersihan lingkungan. Setelah itu, warga melanjutkan dengan Pujawali di pura desa.

Menjelang sore, suasana berubah menjadi lebih meriah. Di tepi jalan atau halaman pura, warga berkumpul untuk melaksanakan Gocek Taluh. Sorak-sorai, tawa, dan tepuk tangan menyatu dalam suasana akrab. Usai ritual, mereka berbagi makanan, bercakap, dan menutup hari dengan kebersamaan yang hangat.

Gocek Taluh menjadi bukti bagaimana masyarakat Bali menjaga tradisi dengan hati. Dalam dunia yang serba cepat dan modern, ritual ini mengingatkan bahwa kebahagiaan bisa tumbuh dari kesederhanaan-bahkan dari sebutir telur.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Keseruan Omed-omedan, Tradisi Turun Temurun di Bali Setelah Nyepi"
[Gambas:Video 20detik]
(dpw/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads