3 Upacara Adat Rote Ndao NTT: Songgo Kamba, Be'eula, Tuturan Sasaok

3 Upacara Adat Rote Ndao NTT: Songgo Kamba, Be'eula, Tuturan Sasaok

I Komang Murdana - detikBali
Senin, 22 Sep 2025 07:30 WIB
Pemerintah Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar Festival Seni Budaya Daerah untuk memeriahkan HUT ke-74 RI. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan dan mempromosikan potensi seni dan budaya yang ada.
Tarian Rote Ndao, NTT. Foto: 20detik
Rote Ndao -

Masyarakat Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT), hingga kini masih melestarikan berbagai kebudayaan dan adat istiadatnya. Dari sekian banyak kebudayaan dan adat istiadat yang dimiliki, ada 3 upacara adat yang masih dilestarikan oleh masyarakat Rote Ndao. Berikut ulasan mengenai makna hingga prosesi dari upacara masyarakat Rote Ndao.

β€’ Songgo Kamba

Mengutip dari penelitian yang dilakukan oleh Bani, O. D., & Ndun, R. M. (2021) berjudul Tuturan Ritual Songgo Kamba Pada Masyarakat Kecamatan Lobalain Kabupaten Rote Ndao, menyatakan bahwa ritual Songgo Kamba memiliki peran yang penting bagi kehidupan masyarakat Lobalain Kabupaten Rote Ndao. Hal itu berkaitan pada bidang peternakan dan hasil pertanian untuk memenuhi kehidupan sehari-hari hingga keselamatan dalam beraktivitas. Berikut ulasan lengkap dari tradisi Songgo Kamba.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengenal Songgo Kamba

Masih merujuk pada sumber yang sama, Songgo Kamba adalah salah satu ritual pemujaan kepada arwah-arwah dengan tujuan agar diberikan lindungan, kekuatan, dan kesehatan bagi seluruh alat dan hewan yang digunakan untuk menggarap sawah.

Uniknya sawah-sawah yang ada di Kecamatan Lobalain dianggap sebagai tempat arwah-arwah bagi masyarakat setempat. Arwah-arwah leluhur (nitu) memiliki peran penting sebagai jembatan antara manusia dengan dewa-dewa.

ADVERTISEMENT

Ritual ini dipimpin oleh mana songgo atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan mengenai alam gaib, dan bahasa atau tuturan yang digunakan oleh para roh-roh gaib. Kesakralan dan mistisnya ritual ini membuatnya hanya bisa dilaksanakan pada hari tertentu saja. Hal tersebut dilakukan agar nilai kehidupan yang ada di dalamnya dapat dicerna dengan baik oleh masyarakat sehingga terciptanya kepatuhan dalam masyarakat.

Makna dan Fungsi Songgo Kamba

Ritual Songgo Kamba oleh masyarakat Lobalain dimaknai sebagai upaya masyarakat untuk taat dan yakin kepada Tuhan sebagai pemegang utama kendali dalam kehidupan ini. Oleh sebab itu, mereka berdoa untuk memohon bimbingan dari tuhan. Ritual ini juga dimaknai sebagai momen untuk mempererat hubungan dengan sesama, dalam hal ini adalah hubungan dengan masyarakat, alam dan hewan sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

Sebagai warisan budaya nenek moyang, Songgo Kamba memiliki makna budaya yang mendalam. Songgo Kamba diartikan sebagai cara bertahan hidup dengan cara bercocok tanam yang dilestarikan hingga saat ini oleh masyarakat Lobalain. Tak hanya itu, ritual Songgo Kamba dijadikan makna pendidikan yang meliputi hukum adat, agama, sejarah kehidupan, dan menghargai sesama.

Songgo Kamba berfungsi sebagai ritual pengungkapan perasaan dan ekspresi terhadap keagungan tuhan sebagai pemegang kendali utama dalam kehidupan manusia. Selain itu, juga sebagai langkah awal agar apa yang ada dalam ritual tersebut dapat ditekuni dan bekerja keras untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

Prosesi Songgo Kamba

Dalam pelaksanaan ritual ini dipimpin oleh seorang mana Songgo dan akan dilakukan di rumah adat bagian uma lai (panggung kedua rumah adat). Peserta dalam ritual ini adalah para penggembala atau sering dikenal dengan sebutan manaho atau manalolo banda.

Ritual Songgo Kamba diawali dengan mengembala kerbau/sapi ke halaman rumah adat oleh manaho atau manalolo. Selanjutnya akan dilakukan upacara khusus dengan cara para gembala duduk menyilang mengelilingi difalek teluk (tiang bercabang tiga) lalu dilanjutkan dengan mana songgo yang akan mengucapkan doa dan diikuti dengan penyembelihan ayam. Darah dari ayam akan dioleskan pada difalek teluk, kemudian dagingnya dibakar dan dipotong untuk dicampurkan dengan nasi yang sudah disediakan di dalam oko (nyiru).

Dilanjutkan dengan mana songgo yang akan menasehati para pengembala agar merawat kerbau/sapi dengan penuh kasih sayang. Setelah itu dilanjutkan dengan para pengembala memakan nasi dan daging ayam yang ada di oko dengan menggunakan tangan secara bersama-sama.

β€’ Upacara Be'eula

Melansir dari pelenelitian Isu, R. J., & Ingunau, T. M. (2020) berjudul Tuturan Ritual Be'eula dalam Upacara Kematian pada Masyarakat Desa Oetutulu Kecamatan Rote Barat Laut Kabupaten Rote Ndao, menyatakan bahwa upacara Be'eula adalah ritual dalam upacara kematian pada masyarakat rote barat laut. Ritual be'eula adalah proses pemberian sirih pinang dari keluarga yang berduka kepada masyarakat yang memiliki umur yang sama dengan yang meninggal. Berikut ulasan dari sejarah hingga prosesi upacara Be'eula.

Mengenal Be'eula

Secara harfiah Be'eula terdiri dari dua kata, yaitu kata be'e yang memiliki arti menjenguk dan kata ula yang memiliki arti menyerah. Jadi Be'eula adalah proses pemberian sirih pinang dari keluarga yang berduka kepada masyarakat yang memiliki umur yang sama dengan yang meninggal.

Bagi masyarakat Rote Barat Laut ritual ini merupakan bentuk penghormatan terakhir kepada almarhum dan juga sebagai penghargaan bagi masyarakat yang sudah datang hadir untuk berkunjung dalam kematian tersebut.

Pelaksanaan ritual ini juga sebagai bentuk kepatuhan atau ketaatan oleh masyarakat Rote Barat Laut kepada leluhur karena sudah mewariskan kebudayaan ini.

Makna dan Fungsi Be'eula

Bagi masyarakat Rote Barat Laut upacara Be'eula sangat sarat akan makna dan fungsi bagi kehidupan. Makna pertama dari upacara ini adalah sebagai bentuk penyembahan dan pengungkapan rasa syukur kepada yang maha kuasa sebagai pengendali dalam kehidupan.

Makna yang kedua adalah sebagai kebersamaan antara keluarga. Dalam hal ini diyakini sebagai waktu yang tepat untuk saling kasih mengasihi, dan saling berbagi dengan saudara. Hal ini dibuktikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang selalu melaksanakan kegiatan gotong royong.

Makna yang ketiga sekaligus yang terakhir adalah makna kasih sayang. Dimana masyarakat Rote Barat Laut selalu memelihara tutur kata yang baik dan diiringi dengan tindakan yang baik pula. Dalam hal ini mereka akan menunjukan rasa cinta dalam persaudaraan, kasih sayang, dan ketulusan hati kepada sesama.

Selain memiliki makna, upacara Be'eula juga memiliki fungsi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Be'eula berfungsi sebagai upacara yang menjembatani antara manusia dengan tuhan dan sebagai langkah awal untuk mencoba selalu percaya dengan orang lain dalam hal menyelesaikan kedukaan hingga pemakaman.

Prosesi Be'eula

Prosesi diawali dengan memilih ketua adat yang akan mewakili keluarga duka dalam penyuguhan tempat sirih yang akan dibagi ke para penjenguk. Selanjutnya ketua adat akan memanggil tiga orang wanita menjenguk yang akan maju dan duduk ditempat yang sudah disediakan. Orang yang dipanggil ini harus orang yang tidak memiliki ikatan apapun dengan keluarga duka.

Ketiga orang ini memiliki peran masing-masing, wanita pertama akan mewakili saudara kandung yang meninggal untuk menyuguhkan tempat sirih, wanita kedua akan mewakili tante dan wanita ketiga akan mewakili seluruh keluarga yang hadir dalam upacara pemakaman. Setelah semua ini siap, ketua adat akan mempersilahkan untuk mengambil sirih yang sudah disediakan.

Penyuguhan sirih ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan dari keluarga berduka kepada masyarakat yang sudah datang menjenguk. Jadi dapat dikatakan bahwa semua orang yang hadir dalam upacara pemakaman ini akan dianggap keluarga.

β€’ Tuturan Sasaok

Penelitian yang dilakukan oleh Ndun, R. M., & Bani, O. D. (2021) berjudul Makna dan Nilai Tuturan Sasaok Pada Masyarakat Rote memberikan penjelasan mengenai Tuturan Sasaok. Sasaok sendiri adalah upacara yang dilakukan dalam pernikahan masyarakat Rote.

Mengenal Tuturan Sasaok

Sasaok adalah bagian dari proses yang sakral dan harus dilalui oleh calon mempelai pria dan wanita sebelum sah menjadi suami istri. Dalam proses Sasaok ini ada beberapa tahapan yang harus diikuti, yaitu lu'u inak (tahap perkenalan yang dilakukan calon mempelai pria kepada orang tua calon mempelai wanita), tahap natane inak (tahap pinangan), tahap nggani eik (tahap terang kampung atau pengesahan secara adat dan pemberitahuan secara umum bahwa mempelai pria dan wanita telah sah sebagai suami istri secara adat) dan tahap mbeda dode (tahap terakhir dari seluruh rangkaian proses sasaok atau mengantar dari rumah mempelai wanita ke rumah mempelai pria). Setiap tahapan ini terdapat Tuturan Sasaok yang memiliki makna dan fungsi bagi masyarakat rote itu sendiri. Secara umum makna itu sebagai berikut.

Makna Tuturan Sasaok

Makna pertama adalah sebagai pengorbanan, dalam ungkapan yang menjelaskan tentang belis yang merupakan tradisi turun temurun dan wajib untuk dilestarikan dimaknai sebuah pengorbanan dalam pernikahan. Kedua adalah sebagai penanda rasa hormat kepada orang tua, mematuhi hukum adat, dan musyawarah. Ketiga sebagai bentuk ketaatan dan keyakinan kepada tuhan yang maha esa sebagai pemegang kendali dalam hidup. Makna yang terakhir adalah untuk memperluas hubungan keluarga sesama manusia melalui pernikahan.




(nor/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads