Tarian Likurai Belu NTT: Sejarah, Makna, dan Pelestariannya

Tarian Likurai Belu NTT: Sejarah, Makna, dan Pelestariannya

Ni Made Gita Julianti - detikBali
Sabtu, 20 Sep 2025 08:18 WIB
Tarian Lukurai di Belu, NTT.
Tarian Lukurai di Belu, NTT. (Foto: dok. Pesona Indonesia)
Kupang -

Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal sebagai daerah dengan kekayaan budaya yang beragam. Salah satu yang paling ikonik adalah Tarian Likurai dari Kabupaten Belu, wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste. Tarian ini bukan hanya indah dipandang, melainkan juga sarat makna sebagai warisan leluhur masyarakat Belu.

Sejarah Tarian Likurai

Tarian Likurai sudah ada sejak ratusan tahun lalu di Belu. Dahulu, tarian ini dibawakan oleh perempuan untuk menyambut para prajurit laki-laki yang kembali dari medan perang.

Kata "Likurai" berasal dari bahasa Belu, yakni li'u (kembali) dan kurai (bergembira), yang menggambarkan sukacita menyambut kepulangan. Biasanya, tarian ini dibawakan oleh 5-10 penari perempuan yang membentuk lingkaran atau setengah lingkaran. Mereka mengenakan pakaian adat khas Belu, seperti kain tenun tais bermotif geometris, hiasan kepala, dan pernak-pernik perak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gerakan lentik tangan, hentakan kaki yang serempak, serta iringan tabuhan kendang kecil (bedu) dan gong menjadi ciri khasnya. Dari tradisi perang, Likurai kemudian berkembang menjadi bagian penting dalam acara adat, pesta rakyat, hingga penyambutan tamu kehormatan.

ADVERTISEMENT

Makna Filosofis Likurai

Bagi masyarakat Belu, Likurai bukan sekadar hiburan. Setiap gerakan dan alunan musiknya membawa pesan doa, kebersamaan, dan rasa syukur.

  • Gerakan melingkar melambangkan persatuan dan persaudaraan.
  • Tabuhan kendang menggambarkan detak jantung yang menyatukan perasaan.
  • Syair penyambutan menjadi bentuk penghormatan bagi tamu yang datang.

Tarian ini juga dimaknai sebagai jembatan untuk mempererat hubungan antarkeluarga dan masyarakat.

Fungsi Tarian Likurai

Seiring berjalannya waktu, Likurai tidak lagi identik dengan perang. Kini tarian ini lebih sering ditampilkan pada:

  • Upacara adat dan pesta rakyat
  • Perayaan hari besar keagamaan atau kenegaraan
  • Penyambutan pejabat atau tamu kehormatan
  • Ajang seni budaya di tingkat nasional maupun internasional

Selain sebagai tontonan budaya, Likurai juga menjadi sarana edukasi bagi generasi muda agar mengenal adat istiadat dan menjaga identitas Belu sebagai bagian dari NTT.

Upaya Pelestarian Likurai

Meski tergerus perkembangan zaman, Likurai tetap dijaga kelestariannya. Pemerintah Kabupaten Belu bersama komunitas seni aktif mengenalkan tarian ini melalui sanggar tari, festival budaya, hingga kegiatan sekolah.

Kehadiran Likurai di panggung nasional maupun internasional menjadi cara untuk memastikan warisan ini tetap hidup. Bagi masyarakat Belu, mempertahankan Likurai berarti menjaga jati diri sekaligus memperkenalkan kekayaan budaya NTT ke dunia.




(dpw/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads