Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal sebagai daerah dengan kekayaan budaya yang beragam. Salah satu yang paling ikonik adalah Tarian Likurai dari Kabupaten Belu, wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste. Tarian ini bukan hanya indah dipandang, melainkan juga sarat makna sebagai warisan leluhur masyarakat Belu.
Sejarah Tarian Likurai
Tarian Likurai sudah ada sejak ratusan tahun lalu di Belu. Dahulu, tarian ini dibawakan oleh perempuan untuk menyambut para prajurit laki-laki yang kembali dari medan perang.
Kata "Likurai" berasal dari bahasa Belu, yakni li'u (kembali) dan kurai (bergembira), yang menggambarkan sukacita menyambut kepulangan. Biasanya, tarian ini dibawakan oleh 5-10 penari perempuan yang membentuk lingkaran atau setengah lingkaran. Mereka mengenakan pakaian adat khas Belu, seperti kain tenun tais bermotif geometris, hiasan kepala, dan pernak-pernik perak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gerakan lentik tangan, hentakan kaki yang serempak, serta iringan tabuhan kendang kecil (bedu) dan gong menjadi ciri khasnya. Dari tradisi perang, Likurai kemudian berkembang menjadi bagian penting dalam acara adat, pesta rakyat, hingga penyambutan tamu kehormatan.
Makna Filosofis Likurai
Bagi masyarakat Belu, Likurai bukan sekadar hiburan. Setiap gerakan dan alunan musiknya membawa pesan doa, kebersamaan, dan rasa syukur.
- Gerakan melingkar melambangkan persatuan dan persaudaraan.
- Tabuhan kendang menggambarkan detak jantung yang menyatukan perasaan.
- Syair penyambutan menjadi bentuk penghormatan bagi tamu yang datang.
Tarian ini juga dimaknai sebagai jembatan untuk mempererat hubungan antarkeluarga dan masyarakat.
Fungsi Tarian Likurai
Seiring berjalannya waktu, Likurai tidak lagi identik dengan perang. Kini tarian ini lebih sering ditampilkan pada:
- Upacara adat dan pesta rakyat
- Perayaan hari besar keagamaan atau kenegaraan
- Penyambutan pejabat atau tamu kehormatan
- Ajang seni budaya di tingkat nasional maupun internasional
Selain sebagai tontonan budaya, Likurai juga menjadi sarana edukasi bagi generasi muda agar mengenal adat istiadat dan menjaga identitas Belu sebagai bagian dari NTT.
Upaya Pelestarian Likurai
Meski tergerus perkembangan zaman, Likurai tetap dijaga kelestariannya. Pemerintah Kabupaten Belu bersama komunitas seni aktif mengenalkan tarian ini melalui sanggar tari, festival budaya, hingga kegiatan sekolah.
Kehadiran Likurai di panggung nasional maupun internasional menjadi cara untuk memastikan warisan ini tetap hidup. Bagi masyarakat Belu, mempertahankan Likurai berarti menjaga jati diri sekaligus memperkenalkan kekayaan budaya NTT ke dunia.
(dpw/dpw)