Aci Sanghyang Grodog: Tradisi Unik Tiap Dua Tahun Sekali di Nusa Lembongan

Klungkung

Aci Sanghyang Grodog: Tradisi Unik Tiap Dua Tahun Sekali di Nusa Lembongan

I Putu Budikrista Artawan - detikBali
Minggu, 25 Agu 2024 23:30 WIB
Pementasan Sanghyang Barong saat prosesi Aci Sanghyang Grodog di Desa Adat Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, Bali, Minggu (25/8/2024). (Dok. Made Wiarta)
Foto: Pementasan Sanghyang Barong saat prosesi Aci Sanghyang Grodog di Desa Adat Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, Bali, Minggu (25/8/2024). (Dok. Made Wiarta)
Klungkung -

Masyarakat di Desa Adat Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, Bali, memiliki tradisi unik yang disebut Aci Sanghyang Grodog. Tradisi ini melibatkan pementasan Sanghyang yang berlangsung selama 11 hari dan ditutup dengan ritual 'ngeluarang' pada hari ke-12.

Aci Sanghyang Grodog dilaksanakan setiap dua tahun sekali pada Sasih Karo, bertepatan pada Agustus dalam kalender Masehi. Puncak upacara dilaksanakan pada Purnama Karo, yang merupakan purnama terbesar dan paling sempurna dari 12 purnama dalam setahun.

Bendesa Adat Desa Lembongan, I Komang Erawan, menjelaskan tari Sanghyang di Lembongan berbeda dengan di Pulau Bali. Tari Sanghyang di Nusa Lembongan diwakili oleh simbol-simbol yang diciptakan khusus untuk ritual, bukan oleh manusia. "Ada 23 Sanghyang sebagai representasi kehidupan masyarakat di Pulau Lembongan, yang dulunya sebagian besar adalah nelayan dan petani," ungkap Erawan, Minggu (25/8/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nama 'grodog' diwarisi dari zaman dahulu, yang diambil dari suara perahu yang didorong menimbulkan bunyi 'gradag-grodog' saat pementasan berlangsung. Selama 11 hari, 23 Sanghyang ini dipentaskan satu per satu secara berkesinambungan.

23 Sang Hyang itu adalah Sang Hyang Sampat, Sang Hyang Lingga-Sang Hyang Bumbung, Sang Hyang Penyalin, Sang Hyang Joged, Sang Hyang Dukuh Ngabe Cicing, Sang Hyang Jaran, Sang Hyang Hyang Dukuh Ngabe Bubu, Sang Hyang Sampi, Sang Hyang Bangu-Bangu, Sang Hyang Kebo, Sang Hyang Tiling-Tiling, Sang Hyang Enjo-enjo, Sang Hyang Tiling-tiling, Sang Hyang Menjangan, Sang Hyang Tutut, Sang Hyang Jangolan Ngabe Penyu, Sang Hyang Barong, Sang Hyang Kelor, Sang Hyang Capah, Sang Hyang Perahu, Sang Hyang Sumbul, Sang Hyang Payung, Sang Hyang Bunga, dan Sang Hyang Sumbul.

ADVERTISEMENT

Setiap Sanghyang memiliki makna yang berbeda-beda, mulai dari Sang Hyang Sampat yang menandai dimulainya ritual hingga Sang Hyang Bunga yang melambangkan keindahan dunia Kahyangan.

Sang Hyang Jangolan Ngabe Penyu, misalnya, melambangkan pelestarian. Penyu yang dibawa oleh nelayan bukan untuk dikonsumsi, melainkan sebagai sarana upacara. Penyu tersebut dihiasi dengan tapak dara sebagai simbol perlindungan.

Pementasan Sanghyang Penyu saat prosesi Aci Sanghyang Grodog di Desa Adat Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, Bali, Minggu (25/8/2024). (Dok. Made Wiarta)Foto: Pementasan Sanghyang Penyu saat prosesi Aci Sanghyang Grodog di Desa Adat Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, Bali, Minggu (25/8/2024). (Dok. Made Wiarta)

Ritual Sanghyang Grodog bukan hanya wujud persembahan, tetapi juga sebagai upaya menolak bala, mengusir hal-hal negatif, dan memulihkan keharmonisan. Tradisi ini juga menjadi ungkapan syukur masyarakat setempat yang setia melaksanakan yadnya setelah menerima berkah berupa kelimpahan rezeki.

Ketua Panitia Upacara, I Wayan Wira Candra, mengungkapkan pelaksanaan ritual tahun 2024 ini menghabiskan anggaran sebesar Rp 235 juta. Dana ini berasal dari urunan wajib warga adat sebesar Rp 50 juta serta bantuan punia (sumbangan) dari masyarakat Lembongan yang kini memiliki bisnis pariwisata, dengan total sumbangan mencapai Rp 240 juta. "Umat, selain ngayah selama prosesi upacara berlangsung, juga menyisihkan sebagian penghasilan berupa punia untuk memperlancar prosesi upacara sakral ini," jelasnya.

Penjabat (Pj) Bupati Klungkung, I Nyoman Jendrika, yang hadir pada saat upacara berlangsung, mengapresiasi pelaksanaan Upacara Aci Sanghyang Grodog. Upacara ini tidak hanya bertujuan untuk menolak bahaya dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat pesisir, tetapi juga menjadi daya tarik budaya di Desa Lembongan.

Sanghyang Grodog telah tercatat sebagai inventarisasi kekayaan intelektual komunal ekspresi budaya tradisional oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). "Dengan terselenggaranya upacara ini yang menarik perhatian wisatawan, masyarakat Lembongan harus saling mendukung dan menjaga keharmonisan tanpa mengurangi makna penyelenggaraan upacara ini," harap Jendrika.




(iws/dpw)

Hide Ads