Masyarakat-Wisatawan Antusias Saksikan Tradisi Perang Pandan di Karangasem

Masyarakat-Wisatawan Antusias Saksikan Tradisi Perang Pandan di Karangasem

I Wayan Sui Suadnyana, I Wayan Selamat Juniasa - detikBali
Rabu, 05 Jun 2024 22:07 WIB
Karangasem -

Ratusan masyarakat hingga wisatawan, baik domestik hingga mancanegara, antusias menyaksikan tradisi mekare-kare atau perang pandan di Desa Tenganan Pegringsingan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali, Rabu (5/6/2024).

Masyarakat yang ingin menyaksikan tradisi perang pandan berdatangan sejak siang, dari anak-anak hingga dewasa. Tak ketinggalan, beberapa wisatawan mancanegara juga ikut berdatangan. Selain itu, puluhan fotografer dari berbagai wilayah juga bersiaga untuk mengabadikan setiap momen.

Sebelum tradisi dimulai, para pemuda, baik laki-laki maupun perempuan terlihat menyiapkan sarana prasarana, seperti daun pandan yang digunakan untuk berperang dan sebagainya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah semuanya siap, maka para pemuda dan pemudi akan berkumpul di tempat yang akan digunakan untuk melakukan tradisi perang pandan. Setelah itu, para pemuda mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa akan bergantian bertanding satu lawan satu dengan senjata pandan dan juga tameng.

Para penonton yang ingin menyaksikan tradisi perang pandan secara lebih dekat sampai berdesak-desakan. Ada juga yang mencari benda seperti kursi, kayu, dan sebagainya agar bisa lebih tinggi untuk bisa melihat secara lebih detail karena penontonnya sangat banyak. Bahkan, ada juga penonton yang sampai digendong oleh temannya.

ADVERTISEMENT

Salah seorang penonton, I Putu Adi Putra asal Gianyar senang bisa menyaksikan tradisi perang pandan secara langsung. Walaupun hanya bisa menyaksikan sebentar karena gerah dan panas akibat berdesakan. Ia mengaku datang bersama dengan teman-temannya.

"Saya baru dua kali datang ke sini menyaksikan tradisi perang pandan. Sangat seru dan cukup menegangkan melihat mereka saling pukul dengan daun pandan. Yang kena pasti sangat perih," kata Adi.

Adi mengatakan kedatangannya ke Tenganan Pegringsingan untuk menyaksikan tradisi perang pandan tahun ini sedikit berbeda. Sebab, tradisi itu sekarang disinkronkan dengan Tenganan Pegringsingan Festival sehingga bisa kulineran dan menyaksikan beberapa kerajinan dari masyarakat.

"Dulu, waktu pertama kali datang ke sini nggak ada festivalnya, hanya nonton tradisi saja," ujar Adi.

Tamping Takon Tebenan atau Bendesa Adat Tenganan Pegringsingan I Putu Suarjana mengatakan tradisi perang pandan dilaksanakan sebagai penghormatan terhadap Dewa Indra yang dipercaya sebagai Dewa perang.

"Kami sebagai masyarakat adat Tenganan Pegringsingan menganut Hindu Dharma dalam sekaa Indra, di mana Dewa Indra merupakan Dewa perang. Perang dalam tradisi ini bukan berarti perang melawan musuh, tetapi sebagai bentuk penghormatan yang dilakukan oleh para remaja putra karena nantinya merekalah yang akan bertanggung jawab terhadap keluarga dan desa," kata Suarjana.

Suarjana menuturkan prosesi perang pandan diawali para remaja putra dan putri naik ke puncak gunung di Desa Tenganan Pegringsingan pada pagi hari. Mereka mempersembahkan sebuah kelapa muda atau kuud di atas puncak gunung.

Setelah itu, remaja putra bertugas untuk mencari daun pandan untuk digunakan sebagai sarana mekare-kare atau perang pandan. Sementara remaja putri bertugas membuat obat penawar atau boreh (lulur khas Bali).

Semua peserta yang mengalami luka akan diolesi dengan boreh yang dibuat remaja putri seusai perang pandan. Menurut kepercayaan masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan, luka yang dialami para peserta perang pandan akan kering satu hari seusai diolesi boreh. Luka akan sembuh total setelah satu minggu hanya dengan obat penawar tersebut.

"Bahan-bahan untuk membuat boreh atau obat penawar tersebut adalah kunyit, lengkuas, bangle, dan juga cuka. Semua bahan tersebut akan dicampur jadi satu," kata Suarjana.

Tradisi perang pandan diikuti para remaja putra, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Perang pandan juga boleh diikuti oleh masyarakat luar desa, termasuk para wisatawan jika masih ada waktu dan peralatan.

"Setelah selesai melakukan tradisi perang pandan, para peserta akan saling rangkul dan tidak ada dendam diantara mereka," ujar Suarjana.

(hsa/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads