Detikers pernah berkunjung ke Tenganan? Desa Tenganan punya beragam keunikan, sehingga menjadi destinasi wisata di pulau Dewata.
Desa kuno di Bali ini mampu membuktikan bahwa Bali tidak terbatas hanya tempat rekreasi alam saja.
Dari laman Pemerintah Kabupaten Karangasem dijelaskan bahwa Desa Tenganan atau dikenal dengan Tenganan Pegringsingan, merupakan salah satu dari sejumlah desa kuno di Pulau Bali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Desa ini masih ditinggali oleh penduduk asli desa setempat.
Laman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyebut Desa Wisata Tenganan Pegringsingan merupakan destinasi wisata yang memiliki karakteristik budaya pada masa Bali pra-Majapahit.
Desa ini lebih dikenal sebagai Desa Bali Aga yang berarti desa tua. Sebelum tahun 1970-an, desa Tenganan dikenal oleh para antropolog sebagai masyarakat terpencil di Nusantara.
Perubahan pesat telah terjadi di desa sejak tahun 1970-an, seperti pembangunan komunikasi lokal oleh pemerintah pusat, pembukaan pariwisata, pelanggaran aturan endogami.
Desa Bali Aga juga dikenal sebagai warga Bali Mula, sebuah subsuku bangsa yang berada di pulau Dewata, yang mengklaim sebagai cikal bakalnya Bali.
Istilah tersebut muncul karena kehidupan mereka di daerah pegunungan ataupun pedalaman yang dulunya tidak terjamah pengaruh luar dan teknologi.
Hingga saat ini, masyarakat Tenganan memahami budaya modern namun tidak terlalu banyak mendapatkan pengaruh luar.
Mereka mampu secara konsisten dan turun-temurun mempertahankan segala aturan (awig-awig), budaya, adat, dan tradisi Bali kuno yang diwariskan oleh leluhur.
Desa Tenganan tak hanya memiliki ciri khas keunikan, namun juga menyuguhkan pesona alam perbukitan dengan hutan yang asri, serta areal persawahan yang luas mengapit sungai.
Lokasi dan Cara Menuju Desa Tenganan
![]() |
Lokasi Desa Tenganan Pegringsingan terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali.
Akses jalan menuju desa Tenganan bisa dengan kendaraan bermotor, baik itu mobil ataupun bus pariwisata. Meskipun terletak jauh dari kota, desa Tenganan bisa dibilang memiliki akses yang mudah dijangkau.
Keindahan alam Desa Tenganan berpotensi sebagai wisata jalur trekking yang melewati jalan desa, perbukitan, dan hamparan sawah penduduk.
Rute pendek jalur trekking ini dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 3-4 jam.
Jarak tempuh menuju Desa Tenganan sekitar 17 km jaraknya dari Kota Amlapura, 10 km dari kawasan pariwisata Candidasa, dan sekitar 65 km dari Kota Denpasar.
Sementara estimasi waktu tempuh dari bandara Ngurah Rai menuju objek wisata Tenganan sekitar 2 jam berkendara dengan jarak 66 km.
Desa Tenganan terletak di Bali Timur sehingga jika menempuh perjalanan dari arah Denpasar, pengunjung juga bisa mampir ke beberapa tempat rekreasi alam seperti pura Goa Lawah, Padang Bai, watersport di pantai Labuhan Amuk, atau Candidasa.
Aktivitas dan Daya Tarik Desa Tenganan
Wisatawan tertarik ke Tenganan dengan keunikan budaya Bali Aga yang masih memegang teguh tradisi asli, upacara dan aturan Bali kuno, serta tata arsitektur desanya yang unik. Berikut beberapa daya tarik dari desa asli di Bali ini.
1. Tradisi Kehidupan Masyarakat
![]() |
Pola kehidupan masyarakatnya mencerminkan kebudayaan dan adat istiadat desa Bali Aga (pra Hindu) yang berbeda dari desa lain di Bali.
Dari sistem kemasyarakatan yang dikembangkan, masyarakat Desa Tenganan terdiri dari penduduk asli desa setempat. Hal ini berbeda dengan sistem kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat di Bali pada umumnya.
Sistem perkawinan yang dianut adalah sistem parental dimana perempuan dan laki-laki dalam keluarga memiliki derajat yang sama dan berhak menjadi ahli waris.
Di samping itu, mereka juga menganut sistem endogamy dimana masyarakat setempat terikat dalam awig-awig (hukum adat) yang mengharuskan pernikahan dilakukan dengan sesama warga Desa Tenganan.
Apabila dilanggar, maka warga tersebut tidak diperbolehkan menjadi krama (warga) desa, sehingga ia harus keluar dari Desa Tenganan.
2. Alat Musik dan Karya Tekstil
![]() |
Selain itu terdapat pula ciri khas Desa Tenganan yakni gamelan selunding atau musik selondig Gambelan yang dimainkan pada metalofon besi. Ada pula karya tekstil ikat ganda, kain gringsing atau geringsing.
Kain geringsing merupakan satu-satunya tenun ikat ganda yang berasal dari Indonesia.
Kata Gringsing itu sendiri berasal dari kata "gering" yang berarti sakit atau musibah, dan "sing" yang artinya tidak, maka secara keseluruhan gringsing diartikan sebagai penolak bala.
Banyak cerita di masyarakat yang menyebutkan bahwa darah manusia digunakan dalam pemberian warna pada benang untuk memperoleh warna yang diinginkan.
Hal ini disebabkan karena kain gringsing memang didominasi oleh warna merah.
Namun yang sebenarnya asal warna merah pada kain diperoleh dari bahan-bahan pewarna hasil pemrosesan getah-getah kayu tertentu dan biji kemiri yang diramu sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai pewarna.
Proses pembuatan kain gringsing sangatlah unik dan memerlukan waktu yang lama bahkan sampai 3 tahun, sehingga keberadaannya menjadi langka dan harganya cukup mahal. Kain ini biasa digunakan dalam berbagai ritual.
Kain gringsing wajib dimiliki oleh warga Desa Tenganan karena merupakan bagian dari pelengkap upacara, seperti dalam upacara ngaben (pembakaran jenazah) dimana kain gringsing ditempatkan pada pucuk badé (tempat mengusung mayat).
Orang Tenganan menerima geringsing pertama mereka pada ritual pemotongan rambut. Dalam upacara penerimaan anak laki-laki atau perempuan ke dalam perkumpulan pemuda desa, mereka digendong dengan mengenakan kain geringsing di bahu kanan ayahnya.
3. Ciri Khas Arsitektur
![]() |
Bahan bangunan masih menggunakan campuran dari tanah, batu sungai, dan batu bata merah. Berada di Tenganan seolah melihat Bali pada masa lampau, dengan suasana pedesaan yang tenang dan jauh dari kebisingan.
Rumah-rumah di desa Tenganan Pegringsingan punya karakteristik pintu masuk rumah yang sempit, hanya memungkinkan satu orang masuk atau keluar pada satu waktu.
Masyarakat Tenganan Pegringsingan disebut penduduk Bali asli yang turun dari kerajaan pra-Majapahit di Bedahulu.
4. Prosesi Turun Temurun
![]() |
Daya tarik lain yang dimiliki Desa Tenganan adalah tradisi ritual Mekaré-karé atau yang lebih dikenal dengan Perang Pandan.
Mekaré-karé merupakan bagian puncak dari prosesi rangkaian upacara Ngusaba Sambah yang digelar pada setiap Bulan Juni yang berlangsung selama 30 hari.
Selama 1 bulan itu, Mekaré-karé berlangsung sebanyak 2-4 kali dan setiap kali digelar akan dihaturkan sesajen kepada para leluhur. Mekaré-karé diikuti para lelaki dari usia anak-anak sampai orang-orang tua.
Disebut Perang Pandan sebab sarana yang dipergunakan adalah daun pandan yang dipotong-potong sepanjang kurang lebih 30 cm sebagai senjata dan tameng yang berfungsi untuk menangkis serangan lawan dari geretan duri pandan.
Luka yang diakibatkan oleh geretan duri pandan akan dibalur dengan penawar yang dibuat dari ramuan umbi-umbian, seperti laos, kunyit, dan lain-lain.
Mekaré-karé pada hakekatnya sama maknanya dengan upacara tabuh rah yang lazim dilakukan oleh umat Hindu di Bali ketika melangsungkan upacara keagamaan.
Dalam upacara Mekaré-karé selalu diiringi dengan tetabuhan khas Desa Tenganan, yaitu gamelan selonding.
5. Peraturan Dilarang Menebang Kayu
Warga diwajibkan untuk melapor kepada tetua adat jika harus melakukan penebangan pohon. Warga juga tidak diperkenankan menebang kayu yang masih hidup dengan baik.
Kayu baru bisa ditebang jika 3/4 bagian dari pohon tersebut sudah mati, itu pun harus ada paling tidak lima orang saksi untuk meyakinkan kebenaran tersebut.
Dengan aturan tersebut, bisa menghindari penebangan pohon secara sembarangan. Jika ada warga yang melanggar akan dikenakan sanksi adat tertentu.
Nah detikers, itulah tadi informasi lengkap mengenai Desa Tenganan. Tertarik untuk berkunjung? Semoga artikel ini bermanfaat, ya!
(aau/inf)