Tradisi pelepasan calhaj di beberapa daerah memiliki ciri khasnya masing-masing. Bali juga memiliki tradisi unik yang serupa, tepatnya di Kabupaten Jembrana. Tradisi ini bernama Ninjau Haji. Berikut sejarah tradisi pelepasan calhaj yang dilakukan oleh masyarakat Jembrana.
Tradisi Ninjau Haji di Jembrana
Tradisi Ninjau Haji merupakan tradisi mengantar calhaj di Kabupaten Jembrana. Tradisi turun temurun ini dilakukan oleh warga Jembrana dengan cara berkumpul lalu mengantarkan calhaj hingga pelabuhan Gilimanuk.
Setelah mengantar calhaj, tak jarang mereka melanjutkannya dengan berwisata di sekitaran Gilimanuk atau Buleleng. Oleh karena itu, keluarga calhaj serta warga Jembrana sudah mempersiapkan bekal makanan dari rumahnya masing-masing.
Acara ini menjadi sangat meriah kala ratusan hingga ribuan orang yang berbondong-bondong hendak mengantarkan calhaj menuju ke pelabuhan. Tak hanya sekedar mengantar, masyarakat juga meminta didoakan oleh calhaj yang akan berangkat ke tanah suci agar suatu saat mereka bisa segera naik haji. Oleh karena itu, proses pelepasan calhaj tak hanya berjalan dengan meriah namun juga khidmat.
Sebelum Ninjau Haji, warga akan melakukan ziarah haji. Ziarah haji dilakukan dengan mengunjungi rumah masing-masing para calhaj. Tujuannya sama, yaitu untuk meminta doa kepada calhaj.
Sejarah dan Perkembangan Ninjau Haji
Mulanya pada awal abad ke-19 Masehi, di sekitar pelabuhan terdapat kantor Syahbandar dan rombongan calhaj Jembrana. Saat itu, tradisi pelepasan resmi diselenggarakan dan mendapatkan kata-kata perpisahan dari Raja Jembrana.
Sebelum tahun 1969, rombongan calhaj Jembrana menunaikan ibadah haji melalui jalur laut. Calhaj pergi dengan menggunakan kapal laut, sehingga rombongan biasanya diantar menuju pesisir selatan Kota Negara, tepatnya di Tanjung Tangis.
Sebelum menuju ke Tanjung Tangis, rombongan berkumpul di Pelabuhan Teluk Bunter untuk naik kapal agar bisa sampai ke hilir ke muara dan berlabuh di Tanjung Tangis. Tanjung Tangis inilah yang menjadi saksi haru antara calhaj dengan keluarga serta warga lainnya.
Sejak tahun 1969 dan setelahnya, rombongan haji mulai naik pesawat udara. Pesawat berembarkasi di lapangan terbang Juanda, Surabaya. Sejak saat itu, keluarga serta warga hanya dapat mengantarkan calhaj melalui jalur darat menuju Surabaya, yakni melalui pelabuhan Gilimanuk. Dari Gilimanuk, calhaj serta rombongan peninjau secara bersama-sama berangkat menggunakan kapal LCM untuk menyeberang ke Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi.
Pada saat ini, ketika tanggal keberangkatan haji telah ditetapkan, biasanya seluruh calon haji dari Kabupaten Jembrana berkumpul di lokasi yang telah ditentukan oleh Panitia Haji Kabupaten Jembrana. Di lokasi tersebut, rombongan jemaah haji biasanya menerima kata-kata perpisahan dari Bupati Jembrana, yang juga merupakan kepala daerah setempat.
Kemudian, setiap calon haji dari setiap kecamatan di Jembrana berangkat secara bersamaan menggunakan bus menuju Pelabuhan Gilimanuk, ujung paling barat Kabupaten Jembrana. Masyarakat yang ikut serta dalam penyelenggaraan Ninjau Haji juga turut serta dalam perjalanan ini, bahkan beberapa di antaranya melintasi ke Jawa Timur.
Itulah tradisi unik pelepasan calon jemaah haji di Jembrana. Adakah tradisi serupa di wilayahmu?
Artikel ini ditulis oleh Zheerlin Larantika Djati Kusuma, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(nor/nor)