Salah satu jenis seni kerawitan tradisional Bali yang masih eksis hingga saat ini adalah baleganjur. Saat penabuh baleganjur memainkan instrumennya, suasana akan berubah menjadi semarak dan riuh.
Kesenian baleganjur awalnya hanya dimainkan dalam berbagai acara adat dan keagamaan. Belakangan, baleganjur juga menjadi pertunjukan hiburan. Kesenian ini kerap digunakan untuk mengiringi pawai ogoh-ogoh, arak-arakan bade atau wadah saat ngaben, dan berbagai kegiatan lainnya.
Tak hanya itu, tabuh baleganjur juga sering dilombakan. Misalkan, saat Pesta Kesenian Bali (PKB) yang biasanya melibatkan sekaa atau kelompok baleganjur duta kabupaten/kota se-Bali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simak sejarah, instrumen, dan perkembangan baleganjur di Bali seperti telah dirangkum detikBali berikut ini:
Sejarah Baleganjur
Dilansir dari laman ISI Denpasar, istilah Baleganjur berasal dari kata bala dan ganjur. Bala berarti pasukan atau barisan dan ganjur artinya berjalan. Dengan demikian, baleganjur artinya pasukan berjalan.
Baleganjur merupakan sebuah ensambel yang merupakan bentuk perkembangan dari gamelan bonang atau bebonangan. Gamelan bonang menggunakan dua kendang yang dimainkan dengan panggul cedugan.
Gamelan bonang digunakan untuk mengiringi upacara ngaben. Demikian halnya baleganjur yang kerap digunakan untuk mengiringi ritual ngaben.
Belakangan, sekaa seni di Bali juga antusias menggarap gending-gending baleganjur kreasi lewat lomba-lomba yang sering digelar. Misalnya, lomba baleganjur ngarap atau baleganjur melasti. Komposer-komposer baru bermunculan, penabuh-penabuh muda juga turut menggeliat.
Saat ini, hampir setiap desa adat di Bali memiliki gamelan baleganjur karena pesatnya perkembangan gong kebyar di Pulau Dewata. Sebab, sebagian instrumen gong kebyar bisa digunakan sebagai ensambel baleganjur. Cukup tambahkan instrumen cengceng kopyak, bebende, dan tawa-tawa yang mengatur tempo atau ritme gending.
Instrumen Baleganjur
Ada beberapa instrumen yang umumnya digunakan dalam kesenian baleganjur, antara lain:
- 1 kendang lanang
- 1 kendang wadon
- 4 reong (dong, deng, dung, dang)
- 2 Ponggang (dung, dang)
- 8-10 cakup cengceng
- 1 kajar
- 1 kempli
- 1 kempur
- 1 pasang gong (lanang dan wadon)
- 1 bende
Perkembangan Kesenian Baleganjur
Mulanya, baleganjur difungsikan sebagai pengiring upacara ngaben atau pawai keagamaan. Seiring perkembangannya, saat ini baleganjur juga digunakan untuk mengiringi pawai kesenian, pawai olahraga, pengiring lomba layang-layang, dan ada juga yang dilombakan.
Perkembangan ini kemungkinan besar dipicu oleh adanya tuntutan zaman. Akan tetapi, perubahan ini malah menjadi angin segar dalam dunia gamelan baleganjur.
Adi Merdangga merupakan salah satu bentuk pengembangan dari baleganjur. Dilansir dari laman bulelengkab.go.id, pola bermain alat musik Adi Merdangga mengadopsi teknik pukulan marching band modern. Perpaduan ini membuat Adi Merdangga dijuluki sebagai drum band tradisional.
Nama Adi Merdangga berasal kata adi yang berarti besar dan merdangga berarti kendang. Seperti namanya, salah satu ciri khas barungan Adi Merdangga adalah menggunakan puluhan kendang.
Seperti baleganjur, teknik permainan Adi Merdangga juga tetap mempertahankan pola-pola kakilitan cengceng, reyong, dan kendang. Musik yang dimainkan juga mengikuti pola dasar tabuh gagilakan dengan tempo yang bervariasi, cepat dan lambat.
Hanya saja, Adi Merdangga dilengkapi dengan pukulan rampak yang mirip dengan gaya drum band modern. Unsur-unsur baru itu dimasukkan di antara pola-pola tradisional menggunakan kendang, cengceng, dan reyong.
Pada pengembangan Adi Merdangga, terdapat dua jenis perubahan yang terjadi, yaitu penambahan alat-alat gamelan dan penambahan gerakan tari ke dalam pertunjukan gamelan. Cengceng kopyak (cengceng besar) dilipatgandakan dua hingga tiga kali lipat dari biasanya (6-10 pasang), dan juga penambahan instrumen terompong serta beberapa suling bambu dengan ukuran bervariasi (besar dan kecil).
Singkatnya, teknik dan pola bermain Adi Merdangga bersumber dari baleganjur. Upaya ini turut memperkaya dan memberikan wajah baru pada kesenian baleganjur.
Artikel ini ditulis oleh Zheerlin Larantika Djati Kusuma, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(iws/iws)