Di tangan Komunitas Laksana Becik, gerakan anti buang limbah minyak atau minyak jelantah makin bergaung. Gerakan ini berhasil menstimulasi masyarakat untuk terus menelurkan ide kreatif.
Pesan perubahan yang dikampanyekan komunitas ini berhasil mencuri perhatian anak-anak sekolah di lingkungan mereka di Kabupaten Badung, Bali. Bergerak ke setiap SD, komunitas ini mengajari cara mengolah limbah itu menjadi lilin.
Tidak hanya berfokus pada gerakan olah limbah minyak. Komunitas yang terbentuk pada akhir 2022 itu juga giat mengajak siswa menata kebun edukasi atau apotek hidup di tempat tinggal atau sekolah mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada beberapa sekolah yang tertarik untuk kami datangi. Selain edukasi pengelolaan limbah minyak (jelantah), kami sedang jalankan program sosialisasi kebun edukasi," tutur ketua komunitas, Putu Resa Kertawedangga, kepada detikBali, Minggu (7/4/2024).
Resa menjelaskan, komunitas ini dibentuk untuk menstimulasi siapapun untuk bisa belajar mengolah limbah minyak menjadi barang bernilai. Mereka lantas fokus untuk pengolahan lilin berbahan minyak jelantah.
"Minyak jelantah ini limbah rumah tangga. Kami ingin generasi muda sekarang lebih peduli dengan limbah di dekat mereka. Walaupun kelihatannya sedikit, sepele, tapi kalau dihitung tiap hari pasti akan bahayakan alam," ucap Resa.
Komunitas Laksana Becik beralasan selain mudah didapat, ternyata belum banyak orang yang bergerak mensosialisasikan gerakan kelola limbah minyak. Padahal menurutnya, ini adalah solusi bernilai tinggi.
Warga dapat mengurai tingginya produksi limbah minyak sebagai akibat dari tingkat pemakaian minyak yang juga tinggi. "Di luar olah sampah plastik, belum banyak yang memikirkan limbah minyak. Padahal kalau dilihat sama tinggi risiko bagi lingkungan," sambung Resa.
Selain limbah minyak, fokus mereka saat ini menyadarkan masyarakat khususnya anak usia sekolah bahwa gerakan mengelola kebun edukasi sangat penting. Siswa diajak mengelola berbagai tanaman obat keluarga (toga) atau apotek hidup yang banyak manfaat namun sulit dicari.
"Kami ingin ini bisa berlanjut. Terutama pengembangan Kebun Edukasi. Harus digaungkan lagi keberadaan Toga yang selama ini mulai dilupakan masyarakat," ucapnya.
Dalam waktu ke depan, lanjut Resa, komunitas akan meningkatkan kerja sama dengan berbagai lembaga. Khususnya untuk melakukan riset atau penelitian lengkap dampak dari minyak jelantah.
"Untuk riset kami masih belum melakukan, tapi setelah memiliki izin lengkap sebagai yayasan akan segera bekerjasama dengan instansi terkait. Kami akan melakukan penelitian lengkap dampak dari minyak jelantah," katanya.
Komunitas yang kini bernaung di bawah Yayasan Laksana Becik Bali (YLBB), itu memulai gerakannya ke anak-anak usia sekolah. Sama seperti namanya, 'Laksana Becik' yang berarti berbuat baik, komunitas ini sudah mendatangi beberapa sekolah di Badung.
Baru-baru ini, komunitas Laksana Becik menyasar SD Negeri 4 Tuban, Kecamatan Kuta, Badung. Mereka juga mengajak siswa dari kelas 1 sampai 6 mengolah minyak goreng bekas jadi lilin. Siswa juga diajak membuat Kebun Edukasi yang di dalamnya ada tanaman obat atau apotek hidup.
Kepala SD 4 Tuban, I Nyoman Sudarsana dalam keterangannya mengakui kampanye peduli lingkungan dengan memberi pemahaman olah minyak bekas dan sosialisasi apotek hidup ini sangat diperlukan untuk menguatkan karakter anak didik.
"Materi pemanfaatan minyak bekas menjadi barang bernilai ini, akan menjadi bekal bagi siswa dalam berinovasi nantinya. Bukan untuk saat ini saja, namun diharapkan ilmu yang didapatkan ini, meskipun sederhana, bisa diterapkan saat mereka dewasa," pungkas Sudarsana.
(hsa/hsa)