Puluhan pemuda di Desa Adat Selat, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem, Bali, kembali mengikuti tradisi siat sarang atau perang sarang pada Kamis (8/2/2024). Tradisi ini merupakan rangkaian aci tetabuhan atau pecaruan yang dilaksanakan setiap tahun atau tiga hari menjelang Usaba Dimel Pura Dalem Desa Adat Selat.
Sebelum siat sarang dimulai, para pemuda itu berkumpul di pertigaan Pasar Selat. Ratusan warga juga hadir untuk menyaksikan prosesi tersebut secara langsung.
Para pemuda yang mengikuti siat sarang akan dibagi menjadi dua kelompok secara acak. Salah satu kelompok akan melepaskan bajunya untuk mengenali anggota kelompok masing-masing. Saat para panglingsir atau tetua desa memberi aba-aba, maka perang sarang dimulai dan para pemuda saling melempar sarang yang terbuat dari daun enau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelian Ngukuin Desa Adat Selat, Jero Mangku Wayan Gede Mustika, menuturkan tradisi tersebut bermakna untuk mengendalikan diri. Menurutnya, perang sarang ibermakna melepaskan sikap buruk dan hawa nafsu di dalam diri. Sehingga, saat upacara Usaba Dimel dilaksanakan, semua warga setempat sudah dalam keadaan tenang dan damai.
"Krama atau warga secara tulus dan sadar ingin mengendalikan hawa nafsu yang menyerupai perilaku bhuta kala. Supaya benar-benar menjadi pikiran tulus dan suci untuk menyambut upacara Usaba Dimel yang akan berlangsung tiga hari mendatang," tutur Mustika.
Sarang yang digunakan dalam tradisi tersebut merupakan alas untuk membuat jajanan yang selanjutnya akan dipersembahkan saat Usaba Dimel. Sebelum digunakan, sarang tersebut juga telah diupacarai. "Jadi saat upacara Usaba Dimel dapat berjalan dengan aman dan lancar," ujar Mustika.
Meski saling lempar sarang, kedua kelompok pemuda tersebut saling berpelukan saat ritus itu selesai digelar. Mereka pun bersiap untuk menyambut Usaba Dimel tiga hari kemudian.
(iws/hsa)