Siat Geni Tutup Perayaan Sambut Nyepi Saka 1945

Tabanan

Siat Geni Tutup Perayaan Sambut Nyepi Saka 1945

Chairul Amri Simabur - detikBali
Rabu, 22 Mar 2023 07:09 WIB
Tradisi Siat Geni atau Siat Sambuk di Banjar Adat/Desa Adat Pohgending, Desa Pitra, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan,  Bali, sehari menjelang Nyepi Saka 1945 atau saat Pengerupukan, Selasa (21/3/2023).
Tradisi Siat Geni atau Siat Sambuk di Banjar Adat/Desa Adat Pohgending, Desa Pitra, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, sehari menjelang Nyepi Saka 1945 atau saat Pengerupukan, Selasa (21/3/2023). Foto: Chairul Amri Simabur/detikBali
Tabanan -

Tradisi Siat Geni atau perang api menutup perayaan menyambut Nyepi Saka 1945 di Banjar Adat/Desa Adat Pohgending, Desa Pitra, Kecamatan Penebel, Selasa (21/3/2023). Tradisi ini berlangsung saat senja hari atau sandyakala di pertigaan utama desa setempat. Hanya berselang 30 menit setelah pawai ogoh-ogoh anak-anak dan pemuda setempat.

Tahun ini, Siat Geni atau Siat Sambuk menggunakan serabut kelapa yang dibakar berlangsung semarak. Sebab, sejak pandemi COVID-19 tiga tahun lalu, tradisi ini hanya dilakukan secara simbolis.

"Hanya dilakukan lima orang pecalang. Tapi esensinya tetap sama. Kami tetap tunjel sambuk (membakar serabut kelapa) walaupun sedikit," tutur Bendesa Adat Pohgending I Made Jelas (58).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menuturkan tradisi ini telah diwarisi krama atau warga banjar adat setempat secara turun-temurun, meskipun tidak diketahui pasti sejarahnya. "Kami telah mewarisinya secara turun-temurun," ujarnya.

Made Jelas mengatakan tradisi ini besar kemungkinan berakar dari ritual mabuu-buu yang rutin dilakukan saat senja di hari Pengerupukan atau sehari sebelum Nyepi. Mabuu-buu dilakukan dengan membawa obor atau daun kelapa kering yang dibakar.

Karena berakar dari ritual mabuu-buu, Siat Geni atau Siat Sambuk dimaknai sebagai upaya untuk nyomia buta kala atau menetralisir energi negatif dan positif di alam semesta. "Akarnya dari tradisi mebuu-buu," ujar Made Jelas.

Tradisi Siat Geni atau Siat Sambuk di Banjar Adat/Desa Adat Pohgending, Desa Pitra, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan,  Bali, sehari menjelang Nyepi Saka 1945 atau saat Pengerupukan, Selasa (21/3/2023).Tradisi Siat Geni atau Siat Sambuk di Banjar Adat/Desa Adat Pohgending, Desa Pitra, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, sehari menjelang Nyepi Saka 1945 atau saat Pengerupukan, Selasa (21/3/2023). Foto: Chairul Amri Simabur/detikBali

Made Jelas mengisahkan pernah dalam kurun waktu tertentu yakni era 80-an dan pertengahan 90-an, tradisi ini diganti dengan pawai obor. Pergantian ini justru membuat warga merasa ada yang kurang setiap menjelang Nyepi.

"Sehingga pada 1995, sesuai kesepakatan bersama (warga banjar adat), tradisi ini digelar kembali. Kami tidak berani mengganti tradisi ini. Syukurnya sampai saat ini, kondisi banjar adat kami baik-baik saja," tukasnya.

Dalam pelaksanaannya, tradisi ini juga tidak berlangsung lama. Durasinya kurang lebih 30 menit. Sebelumnya, tradisi ini hanya dilakukan oleh para pemuda. Tapi tahun ini, anak-anak juga dilibatkan.

Sesuai namanya, siat yang artinya perang, tradisi ini layaknya sebuah peperangan. Ada dua kelompok yang melakukan Siat Geni atau Siat Sambuk. Kedua kelompok tersebut diistilahkan dengan sebutan Wong Kaja atau orang-orang yang rumahnya di utara.

Lawannya disebut dengan Wong Kelod atau orang-orang yang rumahnya di selatan. Kebetulan batas antara wilayah Wong Kaja dan Wong Kelod ada di pertigaan utama. Di pertigaan itulah, tradisi Siat Geni atau Siat Sambuk dilakukan.

"Saat Siat Geni dilakukan, gamelan beleganjur akan mengiringi untuk memberikan semangat," imbuhnya.

Senjata utama dua kelompok ini adalah serabut kelapa yang telah dibakar. Serabut itu dilemparkan ke arah lawan. Kadang serabut yang membara itu tepat mengenai lawan meski tidak sampai menimbulkan luka bakar. Tetapi tidak jarang lemparan serabut kelapa yang dibakar itu meleset.

Tidak ada dendam yang tersisa begitu tradisi ini selesai digelar. Sebaliknya, mereka yang ikut dalam tradisi ini mesti bersalaman dan bersembahyang bersama. "Sehingga mereka menyambut Nyepi dengan hati yang bersih," pungkasnya.




(irb/gsp)

Hide Ads