Tradisi Mecaru Mejaga-Jaga, Arak Sapi Keliling Desa untuk Keharmonisan

Klungkung

Tradisi Mecaru Mejaga-Jaga, Arak Sapi Keliling Desa untuk Keharmonisan

Putu Krista - detikBali
Sabtu, 19 Agu 2023 13:12 WIB
Klungkung -

Kabupaten Klungkung memiliki satu tradisi unik, yakni tradisi mecaru mejaga-jaga. Tradisi ini digelar setiap satu tahun sekali pada tilem sasih karo (setiap Agustus).

Di mana, pada bulan ini memasuki pancaroba dengan situasi alam yang tidak menentu dan lahan mulai kering yang berimbas pada kehidupan masyarakat setempat. Untuk itu, masyarakat di Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa, Kelurahan Semarapura Kauh, Klungkung, menggelar tradisi mecaru mejaga-jaga ini.

Sarana utama adalah berupa sapi cula. Sapi cula artinya sapi jantan yang kondisinya tanpa cela dan cacat sedikitpun, tanduknya pun harus bagus, alias sapi yang digunakan harus benar-benar sempurna. Sapi didapatkan dari wilayah Panji, Buleleng

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jero Bendesa Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa I Wayan Sulendra mengatakan upacara diikuti oleh semua masyarakat adat setempat dari pukul 06.00 Wita hingga sore. Upacara diawali dengan memandikan sapi secara khusus di rumah Jero Mangku Tohjiwa.

"Pertama kali upacara di gelar di Pura Tohjiwa, yang ada di utara desa. Kemudian sapi digiring oleh pemuda dan diikuti anak-anak membawa kober dari sarana tumbuhan, ke selatan desa," jelas Jero Mangku Tohjiwa, Selasa (15/8/2023).

ADVERTISEMENT

Setelah proses digelar di selatan, upacara berlanjut kembali ke perempatan desa. Kemudian dilanjutkan ke timur lalu ke barat di depan kuburan dan terakhir di perempatan desa. Di setiap titik upacara, salah satu jero mangku akan melukai sapi yang diarak tersebut, namun tetap bisa berjalan sebagai tanda upacara pecaruan digelar.

Sapi yang digunakan berwarna merah yang tentunya tidak sembarangan didapat. Sapi didapatkan dari petunjuk gaib yang diperoleh jero mangku.

Tradisi ini dipercaya untuk menetralisir alam dari hal-hal negatif dan memohon kesuburan agar warga diberikan kemakmuran terlebih hasil pertanian agar lebih berlimpah.

"Setelah semua proses berkeliling digelar, ditutup dengan sembahyang bersama. Lalu sapi disembelih dan dagingnya diolah untuk digunakan sarana caru. Kepalanya dibiarkan utuh," paparnya.

Daging dibagikan ke semua warga setempat, sebagai wujud rasa syukur dan kebersamaan dari proses awal hingga akhir berjalan dengan baik.

Tercatat Sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB)

Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Klungkung I Ketut Suadnyana menjelaskan tradisi mejaga-jaga menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) tahun 2021 yang digelar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

"Tradisi ini sudah digelar secara terus menerus selama ratusan tahun silam, sehingga layak dicatatkan di WBTB," sebutnya, Sabtu.

Tradisi ini tercatatkan sebagai WBTB pada 2021 bersama tradisi lainya di Klungkung, yakni barong nong kling, tradisi dewa masraman, dan kain cepuk khas Nusa Penida. Dengan tercatat sebagai WBTB diharapkan ke depan menjadi atraksi budaya untuk memperkaya khasanah budaya nusantara dan tentunya menggaet wisatawan untuk datang ke Kabupaten Klungkung.

(nor/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads