Tari Wayang Wong di Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali, tak lekang oleh zaman. Tarian ini tergolong tari wali yang disakralkan oleh masyarakat setempat. Bahkan, para penarinya harus dari keturunan pragina atau penari Wayang Wong.
Untuk diketahui, tari wali adalah kelompok tari Bali yang hanya boleh dipentaskan saat ritual tertentu. Itu sebabnya, Wayang Wong di Desa Tejakula disakralkan dan diyakini memiliki kekuatan magis.
Penyarikan Pura Pamaksan, Gede Widiadnyana menuturkan Tari Wayang Wong di Tejakula tak boleh dibawakan oleh sembarang orang. Penarinya wajib merupakan krama (warga) yang memiliki keturunan sebagai pragina (penari). Artinya, jika leluhurnya merupakan pragina Wayang Wong, maka keturunannya wajib mempelajari dan menarikan tarian ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau tidak dilanjutkan, biasanya ada yang kesakitan, seperti bingung-bingungan, sakit nggak bisa sembuh, padahal sudah nyari dokter, sampai dukun. Jadi kebanyakan sih sakit," kataWidiadnyana, saat ditemui detikBali, Sabtu (10/9/2022).
Widiadnyana mengatakan, tidak ada bukti tertulis sejak kapan kesenian Wayang Wong ini eksis di Desa Tejakula. Namun, ia memperkirakan kesenian ini telah ada sejak abad ke-16.
Adapun Wayang Wong di Desa Tejakula diadaptasi dari tari parwa yang dibawa oleh dadia (keluarga) Sangsi di Desa Tejakula. Mereka berasal dari Kabupaten Bangli dan Gianyar. Ciri khas Wayang Wong adalah para penarinya yang memakai kostum dan tapel (topeng) dengan mengambil lakon epos Ramayana.
Uniknya, tapel-tapel yang digunakan oleh para penari saat ini merupakan tapel yang dibuat sejak pertama kali dan disimpan di Pura Pamaksan. Tapel-tapel itu hanya akan digunakan pada saat piodalan di Pura Pamaksan, Pura Khayangan Tiga, dan Pura Dangka, di Desa Tejakula.
"Disakralkan dari dulu sampai sekarang, dan hanya ditampilkan pada saat piodalan tiap Tumpek Wayang. Kisahnya Ramayana. Misalnya di Pura Desa, itu ditampilkan bagian Gugurnya Kumbarna. Piodalan berikutnya, akan bergulir ke episode lainnya, sampai selesai, dan baru diambil dari awal lagi," katanya.
Wayang Wong dari Tejakula sebenarnya memungkinkan untuk dipentaskan di luar pura. Namun, pragina atau penarinya tidak boleh menggunakan tapel sakral yang tersimpan di Pura Pamaksan. Solusinya, pragina Wayang Wong dapat menggunakan tapel duplikat sehingga tidak sakral.
"Untuk menjawab keinginan publik di luar dan turis mancanegara, tokoh seni di Desa Tejakula, salah satunya bapak Nyoman Tusan, punya ide untuk membuat duplikat topeng Wayang Wong. Supaya bisa dipentaskan di luar areal pura," pungkasnya.
(iws/iws)