Kendang Mebarung Kesenian Khas Jembrana, Sempat Berjaya Tahun 1970-an

Kendang Mebarung Kesenian Khas Jembrana, Sempat Berjaya Tahun 1970-an

I Ketut Suardika - detikBali
Selasa, 14 Jun 2022 01:59 WIB
Jembrana -

Kendang mebarung merupakan salah satu kesenian asal Jembrana. Alat musik tradisional ini pernah mencapai kejayaanya pada periode tahun 1970-an.

Kini terdapat sebelas sekaa kendang mebarung yang masih bertahan, salah satunya kelompok kendang mebarung dari Desa Pergung, Kecamatan Mendoyo, yang menjadi salah satu yang tertua di Jembrana.

Alat musik kendang mebarung ini hampir sama dengan kesenian Bali lain. Namun bedanya ada dua kendang besar. Panjangnya 2,20 meter, diameternya 80 centimeter bagian depan dan belakang 65 centimeter dan memiliki ketebalan kayu 4 centimeter.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain kendang, terdapat juga alat musik lain yang dimainkan masing-masing anggota kelompok kendang mebarung. "Untuk membuat satu buah kendang itu menghabiskan sekitar 5 ekor dulang sapi (kulit sapi) pejantan yang bagus. Sapi pilihan," kata ketua Sekaa Kendang Mebarung Adnyana Tunggal, Desa Pergung I Ketut Suandra, saat ditemui detikBali, Senin (13/6/2022).

Suandra menceritakan mulai mengikuti Sekaa Kendang Mebarung Adnyana Tunggal, Desa Pergung, sejak tahun 1986 atau saat masih usia 13 tahun. Saat itu, ia mengikuti jejak ayahnya yang juga menjadi bagian dari Kendang Mebarung.

Dari cerita orang tuanya, kesenian Sekaa Kendang Mebarung Adnyana Tunggal, Desa Pergung, ada sejak tahun 1950 silam, sempat mengalami masa kejayaan pada era tahun 1973. Selama itu, kesenian kendang mebarung sering digunakan untuk acara keluarga, mulai pernikahan, tiga bulanan dan ngaben. "Kalau ada acara ngaben bisa tiga hari," imbuhnya.

Pada zaman dulu, setiap musim panen, kendang mebarung sering diundang untuk hiburan rakyat. Namun saat ini, sudah jarang masyarakat mengundang kendang mebarung untuk hiburan rakyat. "Kalau sekarang, kendang mebarung lebih sering digelar saat upacara," ujarnya.

Kendang mebarung, beranggotakan 20 orang personel. Setiap anggota menabuh alat musik sesuai dengan keahliannya, misalnya reong, gangsa, sebagai pengiring kendang mebarung.

Khusus penabuh kendang enam orang secara bergiliran ketika menabuh kendang. "Karena capek kalau hanya satu dua orang. Jadi bergantian," tambah Wayan Parmada, anggota lain Sekaa Kendang Mebarung Adnyana Tunggal.

Karena ada dua kendang itu, makanya disebut dengan kendang mebarung. Alunan suara dari alat musik yang dimainkan, tetap membentuk irama yang enak didengar.

Saat ini sebagian besar sudah lanjut usia, sehingga diharapkan generasi saat ini mempelajari kendang mebarung agar kesenian ini tidak hilang. "Karena sudah zaman modern, jarang anak muda tertarik main kendang mebarung," ujarnya.

Sebelum anak muda banyak yang kerja ke luar dari desa, kendang mebarung masih menjadi salah satu kesenian populer. Seiring perkembangan zaman, kendang mebarung mulai redup.

"Kendang ini harus dibangkitkan. Kalau saya sendiri tidak mampu rasanya. Jadi perlu ada minimal enam orang baru bisa dibangkitkan. Dan didukung biaya untuk perbaikan kendang," ujarnya.

Kesenian kendang mebarung sebagai kesenian asli Jembrana, harus dilestarikan oleh generasi saat ini. "Waktu masih kecil masih ingat. Seiring liat dan mainin kendang. Sekarang regenerasi sulit," ungkapnya.

Menurutnya, sebelum pandemi COVID-19 melanda, masih sering menggelar kendang mebarung. Namun sejak COVID-19 melanda, sudah tidak pernah lagi alat musik kendang mebarung ditabuh. "Sebelum COVID masih sering. Tapi sejak covid tidak pernah dipukul, tidak keluar.," tukasnya.

(kws/kws)

Hide Ads