Kesenian Benjang Ujungberung Sempat Dilarang di Tahun 1970-1999

Kesenian Benjang Ujungberung Sempat Dilarang di Tahun 1970-1999

Wisma Putra - detikJabar
Sabtu, 01 Feb 2025 13:00 WIB
Kesenian Benjang
Kesenian Benjang (Foto: Istimewa).
Bandung -

Seni tradisional dan bela diri benjang yang berasal dari Ujungberung, Kota Bandung sempat dicekal dan dilarang tampil oleh pemerintah di era tahun 70-90 an. Hal itu terjadi karena pada masa keemasannya, kesenian ini tumbuh pesat namun lepas kontrol.

Salah satunya saat benjang gelut atau gulat digelar. Meski dalam pertandingan pihak yang kalah mengakui kemenangannya, namun tidak saat pebenjang atau patandang diluar arena. Tak jarang, keributan hingga tawuran antar warga terjadi buntut dari benjang gelut itu.

Saking seringnya terjadi tawuran hingga keributan yang dapat menanggung keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), pemerintah dan pihak keamanan pada saat itu melarang seni benjang kembali digelar di Ujungberung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi perkembangan benjang, sempat dilarang dari tahun 1977-1999. Dilarang karena pada saat benjang gelut, dulu ketika ada benjang semuanya tampil, ada benjang gelut, helaran dan benjang topeng ada. Dulu pada masa keemasan di tahun 1950-1960 orang-orang masih fair, masih sportifnya luar biasa. Begitu kita kalah di pekarangan di luar bisa lagi, karena kita punya pedoman," kata Pimpinan Seni Benjang Pusaka Gelar Putra Asep Dede Mulyana yang berada di Cijengkol, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung, Jumat, 31 Januari 2025.

Pedoman yang dimaksud Asep, boleh menjadi lawan di arena, namun di luar arena kembali menjadi saudara dan jangan menjadi musuh.

ADVERTISEMENT

"Prinsip benjang gelut gini, menang ngabogaan lawan (boleh punya lawan), tapi teu meunang ngabogaan musuh (tapi jangan punya musuh), jadi lawan di arena saja, di luar arena silaturahmi lagi," ujarnya.

Menurut Asep, perselisihan diluar arena salah satunya disebabkan karena minuman keras (miras) pada saat itu merajalela. Tak jarang warga yang datang menyaksikan benjang terpengaruh miras sehingga saat menyaksikan jagoannya kalah saat bertanding, warga tersulut emosi sehingga tawuran pun tak terelakan.

"Mungkin karena pengaruh negatif miras dan lain-lain, begitu ada benjang suka terjadi keributan, begitu sudah beres, begitu bubar dijegal dan jadi ribut, dari seringnya keributan itu akhirnya benjang sempat dilarang ditampilkan, dilarang sama pemerintah, korban jiwa tidak, tapi tawuran antar warga dan berhubungan dengan keamanan terjadi. Cuman tiap ada acara orang tidak sportif, resah dari segi keamanan juga," ungkapnya.

"Dari tahun 1977 itu, sempat vakum dan mati suri, mati suri dalam arti tak ada yang mengundang dan menampilkan, tapi masyarakat tahu, mau menggelar juga takut meresahkan dan akhirnya mati suri," tambahnya.

Pada tahun 2000, benjang kembali hidup. Pada tahun 1999 tokoh dan pegiat seni berkumpul dan membahas permasalahan yang melatarbelakangi benjang tidak boleh tampil pada tahun 1977-1999.

"Tahun 1999 diprakarsai tokoh masyarakat dan Muspika, Pak H Uu Rukmana dan Patih Mulyadi Camat Ujungberung, dari pertemuan para tokoh membicarakan untuk membangkitkan benjang, akhir tahun 1999 dibangkitkan kembali dan awal tahun 2000 diundang semua tokoh, masyarakat, seniman dan jawara benjang di Kecamatan Ujungberung," ucapnya.

Menurut Asep, benjang berkembang kembali dan bangkit, semua jawara kembali turunkan ilmunya, lingkung seni perbaiki dan perbaharui alat-alat.

"Dibicarakan kembali apa sebab benjang dilarang, dicari akar masalahnya, dari situ disetujui benjang di bangkitkan kembali dan disitu dibangkitkan kembali dan di awal tahun 2000 benjang, paguron dan lingkung seni benjang yang saat itu mati suri kembali tumbuh bak jamur di musim hujan," terangnya.




(wip/mso)


Hide Ads